CEO Bukalapak Umumkan Restrukturisasi dan Potensi PHK Karyawan

 


PT Bukalapak.com (BUKA) akan melakukan restrukturisasi dan pemutusan hubungan kerja (PHK) akibat kerugian yang terus berlanjut. Meskipun pendapatan meningkat 2 persen menjadi Rp 3.400 miliar hingga September 2024, EBITDA tetap negatif di Rp 168 miliar.

Jakarta - CEO PT Bukalapak.com (BUKA), Willix Halim, menginformasikan bahwa perusahaan akan mengubah pendekatan operasional dan fokus pada segmen bisnis inti setelah mengalami kerugian berturut-turut. Bukalapak telah melakukan evaluasi terhadap prospek beberapa segmen usaha dan memutuskan untuk melakukan restrukturisasi demi mencapai tujuan strategis perusahaan.

“Restrukturisasi ini akan mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) di berbagai bisnis yang akan dilaksanakan dalam dua kuartal mendatang,” ujar Willix dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Willix menjelaskan bahwa keputusan ini didasarkan pada pertimbangan untuk berfokus pada bisnis inti, termasuk Mitra Bukalapak, Gaming, Investment, dan beberapa layanan di Retail. Bukalapak juga telah mengumumkan hasil keuangan tidak diaudit untuk kuartal pertama yang berakhir pada 30 September 2024, di mana kinerja keuangan pada kuartal III-2024 mencatatkan EBITDA minus Rp 168 miliar.

“EBITDA yang disesuaikan pada Kuartal III-2024 masih negatif di angka minus Rp 168 miliar yang mana tidak sejalan dengan target profitabilitas di tahun 2024,” katanya. Metode EBITDA ini mengukur pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi, dan amortisasi.

Willix mengungkapkan bahwa secara historis, kuartal ketiga adalah periode tersulit dalam setahun, yang disebabkan oleh faktor musiman di divisi online to offline dan marketplace.

Pendapatan Bukalapak dari Januari hingga September 2024 meningkat 2 persen year-on-year menjadi Rp 3.400 miliar. Meskipun demikian, EBITDA yang masih minus Rp 68 miliar menunjukkan tantangan yang dihadapi. “Dalam tiga tahun terakhir pasar telah berubah secara signifikan, begitu pula dengan dinamika persaingan,” tambahnya.

Laporan keuangan Bukalapak di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) menunjukkan bahwa kerugian bersih mereka pada kuartal III-2024 menyusut. Kerugian yang dapat diatribusikan kepada entitas induk BUKA tercatat sebesar Rp 597,34 miliar, lebih kecil dibandingkan periode yang sama pada 2023 yang mencapai Rp 776,22 miliar.

Saat ini, Bukalapak masih mengalami kerugian usaha sebesar Rp 1,32 triliun, naik 2,12 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang tercatat Rp 1,28 triliun. Walaupun ada pertumbuhan pendapatan, Willix menekankan bahwa biaya operasional telah meningkat lebih tinggi daripada kontribusi pendapatan dari berbagai segmen bisnis. “Kami telah berupaya untuk fokus pada optimalisasi operasional dan menjaga disiplin keuangan guna menghadapi tantangan ini,” kata dia.

Willix juga menyampaikan bahwa meskipun berbagai upaya telah dilakukan, kerugian yang dialami perusahaan selama tiga tahun terakhir mendorong mereka untuk kembali fokus pada lini bisnis inti. “Kegiatan operasional BUKA akan berjalan seperti biasa dan tidak ada perubahan kegiatan di segmen bisnis inti,” tegasnya.

Bukalapak berencana untuk menutup beberapa lini usaha atau anak usaha dalam waktu dekat. Aksi korporasi ini akan berdampak pada sejumlah karyawan yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK). “Pelaksanaan Rencana Aksi Korporasi tersebut akan berdampak kepada sejumlah karyawan di seluruh ekosistem usaha Perseroan,” kata Sekretaris Perusahaan, Cut Fika Lutfi, dalam keterangannya di Keterbukaan Informasi di situs Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Rabu, 30 Oktober 2024.

Cut Fika menegaskan bahwa Bukalapak akan memenuhi semua hak dan kompensasi bagi karyawan yang terdampak sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Dia mengakui bahwa langkah ini tidak mudah bagi para karyawan. “Perseroan menyadari bahwa ini bukanlah hal yang mudah bagi para karyawannya,” ujarnya.

Dia juga menyebutkan bahwa aksi korporasi ini menghadapi tantangan tersendiri. Namun, menurut Cut Fika, langkah ini diperlukan untuk keberlanjutan perusahaan. “Manajemen percaya bahwa hal ini diperlukan untuk memastikan keberlanjutan usaha Perseroan dalam jangka panjang,” tambahnya.

Sejak melantai di Bursa (IPO) pada 2021, banyak perubahan substansial yang terjadi, terutama terkait biaya operasional yang lebih tinggi daripada pendapatan dari berbagai segmen usaha. “Kondisi ini, kata dia, tidak konsisten dengan strategi jangka panjang perseroan untuk mencapai profitabilitas dan pertumbuhan yang berkelanjutan.”

Cut Fika juga menyebutkan bahwa Bukalapak telah meninjau kembali prospek beberapa segmen usaha di tengah kondisi yang ada. Namun, kerugian tetap terjadi, terutama dalam tiga tahun terakhir. Karena itu, ia menyatakan keputusan ini diambil. “Perseroan telah melakukan berbagai upaya terbaik," pungkasnya.



Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.