Prof. Yusril Ihza Mahendra Telah Melukai Hati Keluarga Korban

Banda Aceh – Jufri Zainuddin, Ketua Umum SPKP HAM Aceh mengatakan, pernyataan Prof. Yusril Ihza Mahendra, sangat melukai Hati Kelurga Korban Tragedi Semanggi II.

Padahal, menurut Jufri Zainuddin, kekerasan dan kerusuhan terjadi 1998 itu, hasil penyelidikan memurut Komnas HAM dinyatakan sebagaipelanggaran HAM berat.

“Pernyataan Yusril Ihza Mahendra yang baru dilantik sebagai menteri, kekerasan 1998 tidak termasuk kategori pelanggaran HAM berat dan sangat bertolak belakang dengan hasil penyelidikan KOMNAS HAM, “ katanya di Kantor Koalisi NGO HAM Aceh, Banda Aceh, pada Senin (21/10/24).

Kepada media ini Jufri menambahkan, seharusnya Prof. Yusril menyikapi persoalan kasus pelanggaran HAM masa lalu sebagai tonggak sejarah yang harus di selesaikan dan memberi keadilan bagi korban dan keluarga korban yang dengan gigih memperjuangkannya selama 25 tahun. Dan memberi harapan baru kepada korban dan keluarga korban rasa keadilan di saat kembali di kursi kekuasaan.

“Masa lalu adalah cerminan masa depan. Bagaimana kita tidak bisa melihat masa lalu dalam penyelesaian masalah masa depan? Sebab semua itu berakar dari masa lalu sehingga dapat melahirkan sebuah regulasi dan kebijakan dalam proses penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat di Indonesia, hingga menuju pada keadilan,” tegasnya 

Ia melanjutkan, seharusnya Prof. Yusril dapat memenuhi tiga hak-hak dasar sebagai korban pelanggaran HAM berat. Pertama Hak Atas Kebenaran, hak ini untuk meminta Negara memberi informasi kepada para korban, keluarga korban, dan masyarakat umum tentang penyebab peristiwa pelanggaran HAM.

Dimana informasi ini harus mencakup alasan, situasi pelanggaran, kemajuan hasil investigasi dan proses hukum, serta identitas pelaku, termasuk dalam kasus penghilangan paksa. Oleh karena itu, menurutnya, negara wajib menginformasikan keberadaan dan keadaan korban.

Kedua, hak untuk mendapatkan keadilan. Ini dimaksudkan sebagai hak korban untuk mengakses keadilan dengan proses yang transparan, adil, dan tidak memihak.

Jufri menerangkan bahwa, “Negara harus melindungi korban dari gangguan terhadap privasi mereka dan memastikan mereka aman dari intimidasi dan pembalasan sebelum, selama, dan setelah proses pengusutan peristiwa pelanggaran HAM berat.”

Kemudian, hak atas reparasi. “Maksudnya adalah hak untuk mendapatkan restitusi, kompensasi, rehabilitasi, satisfaksi dan jaminan dari negara untuk tidak terulangnya pelanggaran HAM berat (non rekurensi), namun Prof. Yusril malah lari dari kenyataan ini.” ungkap Jufri.

Ia juga memiliki harapan besar bagi teman-teman agar terus bergerak memperjuangkan keadilan. “Terus berpacu hingga rasa keadilan dapat kita wujudkan bersama”, tutupnya.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.