Ketua IKA USK: Berhentilah Memuji Pejabat
Ketua IKA USK, Amal Hasan SE. (Foto: Ist). |
Ketua IKA USK, Amal Hasan, kritik tajam pejabat publik yang terjebak dalam seremonial dan penghargaan tanpa substansi. Ia menyerukan masyarakat untuk kritis menuntut akuntabilitas dan penggunaan anggaran publik yang bijak.
Banda Aceh - Dalam beberapa tahun terakhir, perhatian
masyarakat terhadap perilaku pejabat publik semakin meningkat, terutama terkait
dengan kebiasaan mereka dalam mencari pengakuan dan penghargaan.
Ketua Umum Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala (IKA USK),
Amal Hasan, SE, M.Si, dengan lantang mengungkapkan kritiknya terhadap fenomena
ini.
Kepada koranaceh.net, Jum’at, 13 Desember 2024, di Banda
Aceh, ia menegaskan bahwa pejabat publik saat ini terlalu suka dipuja dan terjebak
dalam seremonial yang minim substansi.
Kecenderungan ini tidak hanya mencerminkan ego pribadi
mereka tetapi juga mengisyaratkan penggunaan anggaran publik yang tidak tepat.
Salah satu poin penting yang disoroti oleh Amal Hasan adalah
besarnya anggaran yang dialokasikan untuk penghargaan dan anugerah yang sering
kali tidak memiliki kontribusi nyata bagi masyarakat.
Pejabat seperti Pj Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang
diangkat untuk menjalankan roda pemerintahan, tidak memiliki dasar legitimasi
dari pemilihan rakyat.
Mereka tidak memiliki visi dan misi yang jelas, sehingga
penggunaan anggaran untuk penghargaan yang seharusnya menjadi bagian dari
prestasi yang berdampak langsung kepada masyarakat menjadi sangat meragukan.
Di balik berbagai kegiatan seremonial tersebut, terdapat
dugaan bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik malah
mengalir ke kantong individu tertentu.
Amal Hasan menekankan bahwa praktik melobi penghargaan
sering kali melibatkan alokasi dana yang diambil dari pajak rakyat.
Hal ini semakin mengkhawatirkan mengingat anggaran yang
seharusnya dipergunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat justru
digunakan demi kepentingan gengsi semata.
Lebih lanjut, Amal Hasan juga mengingatkan publik bahwa
biaya transportasi dan akomodasi para pejabat yang menerima penghargaan serta
pendamping mereka juga diambil dari anggaran negara.
Penggunaan anggaran untuk acara-acara semacam ini
menunjukkan ketidakpedulian para pejabat terhadap instruksi Presiden Prabowo
Subianto, yang menginginkan agar dana publik digunakan secara bijak dan
bermanfaat bagi rakyat.
Fenomena pujian yang tidak berbasis pada kinerja yang nyata
juga dapat merusak akuntabilitas pejabat publik. Ketika pengakuan lebih
dihargai daripada hasil kerja, maka akan sulit untuk menilai sejauh mana
pelayanan publik yang diberikan oleh pejabat tersebut.
Kalimat-kalimat manis dan sorak-sorai tidak boleh
menggantikan tanggung jawab nyata mereka untuk menyediakan layanan serta solusi
bagi permasalahan yang ada dalam masyarakat.
Maka dari itu, seruan Amal Hasan untuk berhenti memuji
pejabat adalah sebuah langkah penting menuju kesadaran kolektif.
Masyarakat perlu kritis dan aktif menuntut akuntabilitas
dari para pemimpin mereka. Menghentikan praktik memuja pejabat yang tidak
memberikan hasil yang substansial adalah langkah awal dalam menciptakan
pemerintahan yang lebih responsif dan bertanggung jawab.
Dalam era dimana transparansi dan akuntabilitas menjadi
tuntutan, sudah saatnya bagi kita semua untuk berani bersuara dan menuntut
penggunaan anggaran negara yang lebih bijak, serta menjadikan kepentingan
rakyat sebagai prioritas utama, bukannya kepentingan individu atau sekadar
untuk mendapatkan pengakuan semu.
Mari kita junjung tinggi kepentingan rakyat dan akuntabilitas daripada sekadar menghujani para pejabat dengan pujian kosong.[]
Tidak ada komentar