OJK Perketat Aturan Transparansi, Wajibkan Bank Buka Laporan Risiko dan Permodalan
Gedung utama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Gedung Soemitro, Jalan Lapangan Banteng Timur 2-4, Jakarta Pusat. (Foto: Media Indonesia/Ramdani). |
OJK perketat aturan transparansi, wajibkan bank publikasikan laporan risiko dan permodalan, serta perkuat syarat kompetensi penyusun laporan.
koranaceh.net | Jakarta – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan aturan baru yang memaksa perbankan untuk lebih terbuka mengenai kondisi keuangannya. Melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 18 Tahun 2025, bank kini diwajibkan mempublikasikan laporan eksposur risiko dan permodalan secara rinci kepada publik.
Aturan yang diundangkan pada 2 September 2025 ini akan mulai berlaku efektif pada Februari 2026. POJK ini menggantikan peraturan sebelumnya dan dirancang untuk meningkatkan disiplin pasar serta menyesuaikan standar keterbukaan informasi perbankan Indonesia dengan praktik terbaik internasional.
Berdasarkan POJK 18/2025, bank tidak hanya diwajibkan mempublikasikan laporan keuangan standar. Lingkup laporan yang harus diumumkan kepada publik kini diperluas secara signifikan, mencakup:
- Laporan keuangan dan informasi kinerja keuangan.
- Laporan eksposur risiko dan permodalan.
- Laporan informasi atau fakta material yang dapat mempengaruhi keputusan investor.
- Laporan suku bunga dasar kredit.
- Laporan lain yang diwajibkan undang-undang, seperti laporan keberlanjutan dan tata kelola.
Perluasan ini bertujuan agar masyarakat, investor, dan analis dapat menilai kesehatan sebuah bank secara lebih komprehensif, tidak hanya dari sisi laba-rugi, tetapi juga dari sisi ketahanan modal dan cara bank mengelola risikonya.
Untuk memastikan akurasi dan integritas data yang dipublikasikan, OJK juga menetapkan syarat baru bagi para penyusun laporan keuangan. POJK ini mewajibkan individu yang bertanggung jawab atas penyusunan laporan untuk memiliki sertifikasi profesi Chartered Accountant (CA) pada level tertentu.
Selain itu, aturan ini menegaskan peran aktif direksi, dewan komisaris, dan dewan pengawas syariah dalam melakukan pengawasan terhadap seluruh proses pelaporan. OJK juga menyiapkan sanksi administratif, baik berupa denda maupun sanksi non-denda, bagi bank yang gagal mematuhi ketentuan transparansi ini.
Penyusunan POJK ini, menurut OJK, telah melalui konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk industri perbankan, investor, dan akademisi. Aturan ini juga mengadopsi rekomendasi dari lembaga standar internasional seperti Basel Committee on Banking Supervision (BCBS) dan Islamic Financial Services Board (IFSB).
Ketentuan ini berlaku untuk seluruh bank umum konvensional dan syariah, Bank Perkreditan Rakyat (BPR), unit usaha syariah, serta kantor cabang bank asing yang beroperasi di Indonesia. [*]
Tidak ada komentar