Otsus dan Pansus




Memang, penerimaan Aceh dari dana Otsus masih menga­lir sampai tahun 2022 sebesar 2 persen dari pagu Dana Alokasi Umum (DAU). Artinya, selama 3 tahun kedepan, Anggaran Aceh masih stabil, tetapi, memasuki tahun 2023 sampai 2028, penerimaan Aceh dari dana Otsus tinggal 1 persen dari pagu DAU. Itu artinya anggaran yang pembangunan yang biasa dinikmati Aceh terpangkas 50 persen.
Dan, pada mulai tahun 2029 mendatang, penerimaan Aceh sama dengan penerimaan provinsi lain di Indonesia. Lalu siapkah kita, itulah pertanyaan mendasar yang patut kita ajukan terus-me­nerus, karena mengingat angka kemiskinan sampai pertengahan tahun ini masih diatas 15 persen, bahkan tertinggi di Sumatera. Begitu juga angka penggangguran juga masih tinggi.
Kalau kita memahami angka kemiskinan dan pengangguran yang kedua tertinggi di Sumatera, artinya penggunaan dana otsus se­lama ini dinilai belum cukup memadai untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Aceh pasca konflik dan Tsunami.
Belum cukup, belum memadai atau belum tepat sasaran dalam pengelolaan dan penggunaan dana Acah yang sering disebut ‘peng samadiah’ korban Tsunami dan korban konflik itu.
Bagi kita penggunaan dana Otsus itu, belum dikelola dengan benar, paling tidak, kita bisa menilai dari temuan Pansus DPRA dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh, bukan saja pengerjaan proyek dikurangi volumenya, tetapi juga banyak proyek yang sudah lebih dari dua tahun dikerjakan tetapi belum dimamfaatkan.
Diberbagai daerah kabupaten/kota banyak terdapat proyek ter­bengkalai atau tidak digunaka, dan dibangun tidak sesuai dengan perencanaan, , seperti di Banda Aceh, Aceh Selatan, Pidie, Lhok Seumawe, Sabulussalam, dll yang berpotensi merugikan keuan­gan negara puluhan milyar.
Di Banda Aceh ada Proyek Gedung Madani Center Jadi Temuan BPK, dan di Langsa, Pansus VII DPRA Temukan Proyek Runway Airstrip Rp 9,3 Miliar di Langsa Diduga Rugikan Keuangan Negara. Adanya banyak temuan lain, baik oleh BPK maupun Pansu DPRA.
Bukan karena hanya rekomendasi BPK kepada gubernur Aceh agar memberikan sanksi kepada pejabat yang dinilai melang­gar hukum dalam pengerjaan proyek, tetapi masyarkat berharap semua penyelewengan dibawa kejalur hukum dan diberi sangsi tegas terhadap perusahaan pelaksan.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.