Abrasi Ancam Pemukiman Warga, Ketua Komisi II DPRA : Harus Segera Ditangani
Banda Aceh – Dalam beberapa waktu
terakhir, hampir disepanjang garis pantai barat selatan Aceh terancam abrasi. Kondisi
tersebut sangat memprihatinkan, sebab sudah sampai menimbulkan kerusakan rumah
dan bangunan milik warga. Demikian disampaikan Ketua Komisi II DPRA, Irpannusir
Rasman, S.Ag, S.E., M.Ikom kepada Koran Aceh, Senin (15/06/2020).
Irpannusir mengatakan, permasalahan
ini sudah beberapa kali disampaikan kepada pemerintah, khususnya melalui
Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh. Permasalahan ini juga sudah disampaikan kepada
kepala Balai Sumberdaya Air dan Dinas Pengairan, maupun Badan Penanggulangan
Bencana Aceh (BPBA) agar mencari solusi secara cepat untuk menangani permasalahan
tersebut.
“Kalau pemerintah menunggu
anggaran 2021, dikhawatirkan akan menimbulkan korban yang lebih banyak. Sebab,
kondisinya memang sudah sangat mendesak dan butuh penanganan segera,” tegas
Irpannusir.
Menurut Irpannusir, setidaknya
data yang didapat dari hasil kunjungan Komisi II DPRA, ada beberapa titik
lokasi rawan abrasi yang harus segera direspon oleh pemerintah. Khususnya di
sepenjang garis pantai pesisir barat-selatan. Daerah tersebut tersebar
dibeberapa Kabupaten, mulai dari Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, hingga Aceh
Singkil.
Berkaitan dengan keadaan darurat
kebencanaan, Irpannusir juga menyampaikan kepada Pemerintah Aceh, bahwa ada
beberapa daerah aliran sungai yang terjadi abrasi. Kondisi tersebut juga sangat
memprihatinkan dan sudah sampai menimbulkan korban harta bagi masyarakat.
“Untuk Aceh Selatan saja, baru-baru
ini erosi krueng Labuhan Haji sudah merusak 4 unit rumah warga. Demikian juga
dengan erosi yang terjadi di Krueng Klut, melihat kondisinya sangat
dimungkinkan juga dalam bulan ini akan berdampak terhadap masyarakat kalau tidak
ditangani segera. Pengikisan tebing sungai hanya berjarak 2 sampai 3 meter lagi
dari rumah warga. Itu juga bisa menghancurkan puluhan rumah warga lagi kalau
nggak ditangani segera,” jelas Irpannusir.
Ia menambahkan, kemudian ada
Sibade, Bakongan Timur begitu juga, Itu malah sekitar satu kilometer lagi
dengan jalan nasional. Kalau tidak segera ditangani maka nanti akan menyebabkan kerusakan pada jalan
nasional tersebut yang akan menimbulkan dampak lebih besar.
“Di Subulussalam juga begitu, terjadi
di sungai Esadah namanya. Itu setiap tahun lebih kurang 4 meter di gerus erosi.
Jadi setiap tahun masyarakat terpaksa harus pindah dapur. Singkil juga
demikian, jadi makanya wilayah barat selatan ini kita selalu terancam oleh abrasi
dan erosi. Termasuk juga beberapa aliran sungai di daerah pantai timur Aceh. Jadi
kalau pemerintah tidak segera menangani, maka akan banyak korban,” lanjutnya.
Dalam kesempatan itu, Irpannusir menyampaikan
apresiasi juga kepada pemerintah yang sudah memberikan bantuan penanganan
sementara untuk beberapa daerah itu. Akan tetapi, mellihat kondisi dilapangan,
hal itu belum menyelesaikan permasalahan dengan baik. Sehingga, ia berharap
pemerintah Aceh segera mencari celah hukum seperti pada tahun 2009-2015 untuk bisa
segera menangani permasalahan itu.
“Artinya orang bekerja saja dulu
terserah bagaimana pekerjaannya kemudian dibayarkan belakangan. Jadi tinggal dicari
dulu siapa rekanan yang bisa bekerja untuk pembangunan tanggul tersebut. Pemerintah
sediakan kontrak kemudian boleh bayarnya belakangan gitu. Yang penting
ditangani permasalahan sedarurat itu segera tertangani. Tapi, jangan juga
berbenturan dengan hukum. Sebab, kalau menunggu anggaran 2021 kelamaan,”
ujarnya.
Terkait permasalahan erosi,
Irpannusir juga meminta pemerintah untuk mengoptimalkan peran dan fungsi pengamanan
hutan (Pamhut) dan polisi hutan (Polhut). Sebab, itu semua terjadi sangat
berkaitan dengan kerusakan hutan. Kalau ada hubungannya dengan ilegal loging, pemerintah
memang harus menindak tegas, siapapun mereka.
“Contoh begini, sungai Lawe Alas,
coba bayangkan erosi yang terjadi mulai dari Gayo Lues sana itu sampai ke
Singkil menerima dampaknya, ini kan akibat penebangan hutan. Jadi makanya kita
minta pemerintah memang betul-betul menjaga hutan ini secara baik dan
mengoptimalkan fungsi fungsi penjaga hutan ini terutama melalui dinas
perhutanan,” tuturnya.
Untuk menjaga dan melindungi
hutan, Irpannusir menyarankan agar melibatkan peran masyarakat dan aparatur
Gampong. Sebab, masyarakat dan pemerintah Gampong punya kearifan sendiri dalam
melindungi hutan. Seperti yang sudah dilakukan selama ini yang bekerjasama
dengan pihak KFW Jerman. Strateginya cukup baik, akan tetapi perlu ditingkatkan.
“Ya sifatnya kan harus
koordinasi, Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) sendiri pasti tidak
bisa juga kalau tidak melibatkan tokoh-tokoh adat dan masyarakat. Misalkan
pemerintah Gampong, harus dilibatkan. Kalau kita cuma mengharapkan fungsi
pengawasan dari Polhut atau Pamhut, saya kira tidak efektif tanpa melibatkan
masyarakat. Sama-sama jadi di masyarakat masyarakat yang konsen dalam menjaga
kelestarian hutan kita aja sama-sama melakukan pengawasan dan bila perlu juga
difasilitasi,”tutup Irpannusir.
Tidak ada komentar