Fuadri : Pemerintah Tidak Serius Menyelesaikan Masalah Tapal Batas




Banda Aceh –  Permasalahan tapal batas di Aceh sangat krusial. Kondisi tersebut akan sangat menimbulkan dampak yang negative dikemudian hari. Khususnya, konflik tapal batas antara Kabupaten Aceh Barat dengan Nagan Raya. Sehingga pemerintah Aceh diminta untuk serius menyelesaikannya. Hal itu diungkapkan Fuadri, S.Si., M.Si anggota Komisi I DPRA, usai Sidang Paripurna Pelantikan anggota DPRA Pengganti Antar Waktu (PAW) pada, Senin (15/06/2020).
Menurut Fuadri, walaupun hari ini sudah ada progress tapi progresnya sangat lambat. Jika dilihat dari kurun waktu yang ada, dari misal 2014-2020 sekarang sendiri pemerintah ini baru nenentukan 4 titik batas utama. Nah sementara titik koordinat di sepanjang perbatasan ini yang memang mungkin jaraknya ini lebih pendek ini belum ditentukan dan belum disepakati.
“Yang kita dorong sekarang jangan diperlambat, jangan lama-lama kan dipercepat. Supaya cepat ada titik terang dan dugaan-dugaan dari pihak masyarakat bahwa ada sesuatu yang disembunyikan atau ditutup-tutupi. Kalau sudah ada kesepakatan, ini menjadi terang benderang”.
Fuadri menjelaskan, pada kunjungan kerja Komisi I beberapa waktu lalu, pihaknya mendapatkan laporan dari DPRK bahwa ada sebagian lahan di proyek strategis Nasional (PLTU 3-4), ini berada di wilayah Aceh Barat dan sebagiannya lagi di Nagan Raya. Kondisi itu berdampak luas dia, khusunya terkait proses izin segala macam kan harus ada izin dari 2 Kabupaten. Begitu juga dengan lapangan kerja dan lainnya termasuk dengan bagaimana nanti pajak dan segala macam.
“Kita tidak menginginkan pembayaran seperti ini terus terjadi, sebab akan meninbulkan banya dampak negitif dimasa yang akan datang. Mungkin generasi 5 sampai 10 tahun kedepan akan ribut dengan daerah perbatasan ini kalau tidak sekarang diselesaikan. Jadi kita dari Komisi I meminta pada pihak pemerintah Aceh dalam hal ini Biro Tapem untuk segera mengagendakan proses duduk kembali dengan Kabupaten untuk menyepakati langkah-langkah penyelesaiannya”.
Ia menambahkan, kalau dari segi pendekatan tahap awal, sudah baik, seperti menentukan titik perbatasannya. Cuma kan jarak antara titik nol ini dengan titik seterusnya juga perlu di sepakati dimana titik koordinat nya. Bagaimana menarik garis antara titik nol dengan titik seterusnya, tentunya kan tidak bisa lurus. Mungkin kalau diluruskan, ada sebagian yang masuk wilayah Nagan Raya atau sebaliknya masuk dalam wilayah Aceh Barat.
“Artinya kan harus ada titik temu di luruskan dan di sepakati nanti tinggal di ya bagaimana lah di cari titik temu yang disepakati bersama. Sebab, antara titik nol dengan titik satu jaraknya itu cukup jauh jaraknya. Kalau sudah di sepakati dari dua belah pihak  nanti menyangkut dengan proses administrasi itu mudah dirubah, kita bisa minta Badan Pertanahan. Yang penting sepakat dulu ini, kalau tidak ada kata sepakat nya bisa ribut ini nanti di lapangan,” terang Fuadri.
Fuadri meminta pemerintah Aceh dan Kabupaten untuk serius menyelesaikan persoallan tapal batas ini. Karena setiap tahun kan juga ada penganggaran untuk penyelesaian tapal batas di Biro Tapem maupun di bagian pemerintahan di Kabupaten.
“Jadi kalau butuh waktu 20 tahun menyelesaikan ini, banyak anggaran rakyat yang terpakai hanya untuk mereka duduk rapat, turun lapangan berulang-ulang. Sementara progres sangat lambat. Sementara pihak Komisi I DPRA juga terus melakukan upaya-upaya. Kemarin turun langsung untuk mendorong supaya kedua belah pihak Kabupaten Aceh Barat dan Nagan Raya sama-sama punya itikad untuk ingin mempercepat proses penyelesaian ini,”ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Fuadri juga mengingatkan bahwa persoalan perbatasan antar Kabupaten lainnya di Aceh juga banyak. Belum lagi masalah perbatasan Aceh dengan Sumatera Utara yang sampai saat ini belum jelas. Sebenarnya Permendagri yang dipublikasi Biro Tata Pemerintahan (Tapem) terkait batas antara Aceh dan Sumatera Utara acuannya apa. Apakah sudah sesuai dengan MOU Helsinki yang disepakati pada tahun 1956 itu.
“Biro Tapem boleh-boleh saja mengapresiasi Permendagri tersebut, tapi kita juga harus melihat isinya. Jangan kita dikasih sesuatu misalnya oleh pusat oh ini kulitnya cantik bagus padahal isinya belum tentu kita juga harus bisa kritis terhadap kebijakan pusat yang sudah dikeluarkan. Terkait ini, kita juga akan panggil Biro Tapem, sama halnya dengan yang tadi, kita ingin menyelesaikan masalah sekarang ini supaya ya ke depan enak kita. Jangan tiap tahun kita ribut dengan hal-hal yang sama sementara kita punya aturan main mekanisme dan prosedur,” pungkasnya.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.