Murtad Bisa Disebabkan Faktor Ekonomi, Pembina ICMI ini Ajak Umat Muslim Perkuat Ukhuwah

Sekretaris Dewan Pakar ICMI Pusat, Prof Teuku Abdullah Sanny, menyerahkan bingkisan Lebaran dari ICMI Orwil Aceh kepada duafa di Kantor ICMI Orwil Aceh, Banda Aceh, Minggu (10/6/2018). Foto: aceh.tribunnews.com

Banda Aceh -
Terasa menggemparkan ketika seorang perempuan bernama Fitri Handayani penduduk Kota Langsa pemilik dua anak yang masih kecil memilih keluar dari jalan agama Islam, murtad lalu memeluk agama lain. Hal ini turut memunculkan komentar dari Prof. Dr. Ir. Teuku Abdullah Sanny, M.Sc. selaku pembina senior di Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI), Senin (15/6/2020).

Sebelumnya di dalam WAG sebuah yayasan, video klarifikasi Fitri dikirim dan dibahas secara serius, Prof. Sanny menyatakan kerisauan yang mendalam. Fitri dalam video tersebut menyatakan bahwa dirinya secara sadar telah murtad, dan akuannya tanpa ada pemaksaan.

Kedua anaknya dinyatakan Fitri dalam video berdurasi 13 menit 20 detik telah dirampas oleh keluarga kandungnya (kakak), dengan penuh buraian air mata, Fitri mengekspresikan kesedihan dan rasa duka akibat kehilangan anaknya, serta bagai memelas ingin anaknya kembali ke pangkuan.

Sebagai masyarakat Aceh dan berdarah Aceh, Prof. Sanny menyebutkan rasa betapa hancur hati dan perasaannya,

"Terus terang hati ini rasanya hancur dengan keadaan Aceh saat ini, mengingatkan Aceh dikenal orang sebagai provinsi yang berkomitmen sebagai Provinsi Syariah.," ungkap Prof. Sanny berterus terang.

Karenanya ingin menggugah agar orang Aceh mestinya terus saling memperkuat komitmen sebagai Provinsi Syariah, betapa hal tersebut seperti kejadian pada saudara Fitri yang telah murtad sangat mencoreng wajah pelaksanaan Syariat Islam di Aceh, paparnya.

"Ya ini pelajaran yang sangat berharga bagi kita. Dari kata-katanya (Fitri); Jelas beliau tetap memikirkan hidup anaknya. Dia mengatakan anaknya akan dipelihara siapa sementara saudaranya pun kesusahan," ujar Prof Sanny membuka dialog diskusi atas peristiwa murtadnya Fitri.

Jelas ini motifnya karena terhimpit kehidupan. Dan ini pula dimanfaatkan oleh sang orang Medan yang tahu kemiskinan di Aceh ditambah lagi situasi Pandemik dengan memberikan kredit dan bisa jadi plus iming-iming kehidupan di Medan," jelasnya.

Senior pembina ICMI ini lalu mencoba menyimpulkan bahwa kesadaran adalah landasan memeluk agama, namun setelah ditelaah matang, Prof Sanny menganggap Fitri tidak dalam kesadaran yang penuh, desakan ekonomi sebagaimana diilustrasikan di video Fitri tersebut menyatakan secara gamblang sikap dan pilihan dalam mengganti agama bermotif kesulitan hidup seseorang.

"Kesimpulannya, saya kira bukan kesadaran sendiri mau jadi Kristen, tetapi karena faktor kehidupan.
Oleh karena itu kita mulai saat ini, kita jaga sanak saudara kita, kita bantu yang kaum dhuafa/miskin dengan kasih sayang agar saudara kita tetap terjaga dalam ukhuwah Islamiyyah. Aamiin" paparnya.

"Kita harus perkuat ukhuwah Islamiyah mengingat sejarah Aceh yang dikenal dunia sebagai basis Islam terkuat di nusantara dan sebagai simbol penyebaran Islam di Bumi Pertiwi. Ini tidak disangsikan lagi, bahwa faktor kemiskinan menyebabkan Aceh bisa 'kecolongan'. Karena kita sendiri sebagai ureung Aceh tidak memikirkan saudara dhuafa kita,"lanjutnya.

Prof Sanny selain sebagai sosok yang sangat respek dalam melihat kondisi umat muslim di dunia, khususnya Indonesia saat ini turut memprakarsai berdirinya Yayasan Beudoh Gampong YBG), di dalam sikapnya sebagai muslim, tokoh yang juga ahli di bidang Geologi dan pengajar ilmu bumi di Jepang dan negara Asia lainnya kini mengajar di ITB.

Sikap dan keinginannya dalam menyikapi peristiwa murtadnya orang muslim dari agama Islam sering dilandaskan faktor-faktor rendahnya nilai ukhuwah sesama muslim, melalui YBG yang turut didirikan dan aktif sejak Agustus 2018 tersebut Prof Sunny menggugah kebersamaan para pengusaha, tokoh intelektual, akademisi, eksekutif maupun legislatif agar sama-sama membangun gampong (desa), dengan menguatkan perekonomian ummat.

Menurutnya persoalan murtad akan dapat secara signifikan diatasi, sehingga memuliakan sesama rang Islam, membantu sesama umat se-agama sekaligus menyatakan solidaritas, ketika terpisah dan tak lagi sepenanggungan makan akan mudah tergelincir kepada nilai-nilai yang sangat tidak patut, apalagi hanya murtad yang Allah tak maafkan, nauzubillah.

Melihat ilustrasi jamak dari terjadinya permurtadan di Indonesia, Prof Sanny menganggap bahwa modus memurtadkan orang Islam adalah dengan iming-iming kehidupan lebih layak, cara-cara tersebut dilakukan oleh para misionaris sama di mana-mana, selain di Aceh, di Jawa Barat, Banten, Sumatera Barat dsb.

"Semua modusnya adalah iming-iming kehidupan bagi daerah lumbung kemiskinan dan di kala terjadi bencana alam. Semoga Allah SWT memberikan pertolongan dan petunjuk bagi kita agar bisa melakukan terobosan baru dalam masalah kemiskinan ini. Insya Allah," lanjutnya.

Gagasan untuk terus memperkuat ukhuwah Islamiyah di Aceh atas pertimbangan sejarah Aceh tersendiri sebagai basis Islam terkuat di Nusantara dan sebagai simbol penyebaran Islam tak disangsikan lagi,  karena catatan sejarah mengatakan begitu.

Akan tetapi kemiskinan menyebabkan Aceh bisa 'kecolongan' dan porak poranda karena kita sendiri sebagai ureung Aceh tidak memikirkan saudara dhuafa kita, ulasnya.

"Yang paradoks adalah Aceh mendapatkan otonomi khusus dengan dana Otsus yang melimpah justru miskin. Ini yang harus kita ubah. Inilah Obsesi misi besar Yayasan Beudoh Gampong sesungguhnya. Semoga Allah memberi petunjukNya agar kita bisa mengubah keadaan ini. Aamiin" tutupnya.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.