Plt. Gubenur Aceh Jangan Tidur
Juru bicara
masyarakat adat Gunong kong Teuku Raja Wendy dalam rilisnya yang diterima Koran
Aceh menilai,bahwa kinerja Pemerintah Aceh dalam mendongkrak taraf hidup rakyat
sangat lemah dan amatiran. Sudah lebih dari satu dasawarsa kita menikmati dana 2%
DAU Nasional yang dijadikan dana otonomi khusus tetapi tingkat kemiskinan
rakyat terus berkutat pada level termiskin di Sumatra.
Puluhan triliun
dana otsus yang dikucurkan tiap tahunya, gagal menyejahtrakan rakyat lanjut
Raja Wendy. Padahal dana itu hadir dengan perjuangan panjang hingga pengorbanan
nyawa. Di sisi lain kata Raja Wendy, beragam
potensi Aceh yang butuh kehadiran serta perlindungan dari Pemerintah Aceh,
dibiarkan tampa ada perhatian sedikitpun. Saya beri contoh, di pantai barat
selatan kita punya potensi di bidang Perkebunan dan Pertambangan tetapi coba
lihat apa yang terjadi.
Pada Sektor perkebunan
kelapa sawit beragam pelanggaran terus dipertontonkan,seperti penetapan harga
Tandan Buah Segar ( TBS ) kelapa sawit, yang ditetapkan sendiri secara sepihak oleh
pemilik pabrik Kelapa Sawit ( PKS ), ini tentu melanggar aturan serta sangat merugikan
petani terang Raja Wendy.
Menurut Raja Wendy Jika
merujuk Permentan Nomor 1 / 2018 tentang pedoman penetapan harga TBS,maka penentuan harga
merupaka kewenangan tim Penetapan Harga yang dibentuk Gubenur. Jadi tidak ada
hak pemilik PKS menetapkan harga sendiri seperti praktik yang terjadi selama
ini. Bubarkan saja tim penentuan harga TBS Gubenur jika pada kenyataanya setiap
harga yang ditetapkan tidak ditaati pemilik PKS.
Ini kan
menghabiskan uang rakyat saja karena kerja tim dibiayai oleh APBA. Raja Wendy
menegaskan Ratusan ribu petani sawit yang menggatungkan hidupnya di sektor
perkebunan menjerit, akibat praktek kartel harga TBS. Ini tentu sangat memukul
usaha perkebunan rakyat, serta makin memperdalam tingkat kemiskinan di sektor
perkebunan yang seharusnya menjadi primadona dalam mengangkat taraf kehidupan.
Raja Wendy menjelaskan bahwa hal serupa juga terjadi di sektor tambang. Keberadaan tambang
batubara di Nagan Raya tidak memberi dampak berarti dalam APBK dan justru
menjadi monster perusak ekologi. Berulang kali terjadi tumpahan batubara di
laut, kepulan debu juga menurunkan kualitas ambien udara, ini tentu sangat
menggangu keseharian masyarakat kata Raja Wendy. Parahnya lagi, terhadap semua
insiden yang terjadi tidak ada pihak yang bertanggung jawab secara lingkungan
hidup. Padahal di dalam UUD 1945 menyatakan bahwa lingkungan hidup yang baik
dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap warga negara Indonesia jelas Raja
Wendy
Selain
itu Raja Wendy mengatakan Pasca berakhirnya moratorium tambang, kita berharap
agar Gubenur Aceh dapat mendorong terbitnya Izin tambang rakyat. Berikan ruang
kepada masyarakat agar dapat mengais rezeki secara legal, tampa ketakutan ditangkap
aparat. Ini adalah bumi indatu mereka, kenapa mereka dijadikan kriminal ketika mengusahakan
hasil tambang ditanah leluhurnya, sedangkan kapitalis bermodal besar secara
leluasa dapat mengeruk hasil tambang kata Raja Wendy.
Gubenur Aceh jangan hanya
tidur dalam menyikapi ketimpangan di dunia tambang. Kita sebenarnya memiliki mahakarya
yang memihak rakyat dibidang pertambangan berupa Qanun no 13 tahun 2013 tentang
Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara. Sayangnya hampir satu dekade
sejak Qanun ini diundangkan beragam juknisnya belum keluar hingga sekarang.
Pergub tata cara
penggunaan hutan lindung,Pergub persyaratan administrasi, teknis,dan
persyaratan finansial serta beragam pergub lain yang diperintahkan Qanun no
13/2013 hingga sekarang masih mangkrak lanjut Raja Wendy. Kesejahtraan bagi
rakyat Aceh sangat mungkin terjadi. Tetapi butuh pemimpin yang kuat dan mau
bekerja keras guna mewujudkanya,bukan pemimpin yang pintar beretorika dan
selebihnya tidur. (Abu
Budi, Wartawan Koran Aceh di Nagan Raya)
Tidak ada komentar