RASISME; Dampak Penentangan di Amerika Hingga Papua-Indonesia

Ilustrasi demo antirasisme dan diskriminasi di Indonesia. Foto: http://wap.mi.baca.co.id/

Oleh: Rahmad Waridad 


Secara umum rasisme di dunia berakar pada perbedaan ras, kausalitasnya adalah dengan meyakini bahwa kelompok mayoritas hanya merekalah yang lebih berkuasa daripada kaum yang minoritas.

Tragedi kematian George Floyd di Amerika baru-baru ini turut mencuatkan kembali isu rasisme terhadap kulit hitam #BlackLivesMatter di berbagai wilayah dunia. Di tengah pandemi COVID-19, pendukung gerakan yang muncul pada 2013 ini kembali turun ke jalan untuk menuntut keadilan, dan kemudian mendapat dukungan global.

Di Indonesia, isu rasisme yang muncul berupa kampanye #PapuaLivesMatter yang mengangkat kembali isu diskriminasi penduduk Indonesia terhadap warga Papua. Pada tahun 2019, terjadi kerusuhan di Wamena yang diawali dengan terjadinya peristiwa pengepungan dan rasisme di asrama mahasiswa Papua Surabaya, Jawa Timur, yang merendahkan masyarakat Papua.

Peristiwa tersebut hanya satu dari sekian banyak kekerasan rasisme yang terjadi, sebagian karena secara fisik mereka adalah ras Melanisia yang berbeda dengan mayoritas etnis di Indonesia. Pasca peristiwa tersebut, semakin terlihat bahwa bagi masyarakat Papua pembahasan mengenai rasisme tidak dapat dilepas dari diskusi perjuangan untuk menentukan nasib mereka sendiri.

Ketika orang beranggapan bahwasanya isu kemerdekaan Papua itu asalnya dari provokator orang lain dan bukan dari orang Papua sendiri, ini adalah bentuk rasisme karena orang menganggap bahwasanya orang Papua tidak mampu mengenali dan mengatakan keinginan mereka sendiri.

Dampak buruk rasisme dapat menyebabkan orang tidak dapat dilibatkan dalam pembahasan tentang masa depan dirinya sendiri. Hal ini dapat digunakan untuk mencabut martabat, lahan, otonomi dan hak.

Secara luas, rasisme juga dapat menghambat masyarakat dalam pekerjaan, layanan kesehatan, pendidikan serta banyak lagi. Selama masih ada orang yang berpikir bahwasanya perbedaan budaya, etnis, atau warna kulit yang berpengaruh pada kemampuan, sikap maupun motivasi, bahkan cara berpikir dan gaya hidup, maka rasisme akan selalu ada dan tidak akan pernah hilang.

Padahal jika dikaji secara praktik sosialnya, perbedaan ras dapat dijadikan sebagai pembelajaran untuk bisa saling mengenal, saling memahami dan saling mengerti barbagai sisi dari adanya perbedaan budaya, justru dari hal demikian pula berbagai pelajaran yang objektif dapat dipetik.

Dari setiap suku memiliki ciri khas masing-masing dan ini merupakan hal yang menarik dalam kehidupan. Semua orang pada dasarnya memiliki kedudukan yang sama dan memiliki hak-hak dasar kemanusiaan yang sama dan tidak boleh dibedakan.

*Penulis adalah mahasiswa Hukum Tata Negara, UIN Ar-Raniry

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.