Alokasi APBA 2021 Usulan Eksekutif Belum Berpihak Kepada Kesejahteraan Rakyat Aceh

 

Banda Aceh – Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRA, Fuadri, S.Si, M.Si menilai usulan APBA eksekutif tahun anggaran 2021 tidak berpihak kepada rakyat. Pasalnya, sekitar 70% lebih usulan anggaran tersebut hanya untuk belanja pegawai. Hal itu disampaikannya di ruang kerjanya kepada Koran Aceh, Senin (31/08/2020).

Fuadri menambahkan, Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (RAPBA) 2021 yang diajukan sekitar 14,8 triliun. Sementara porsi anggaran yang diusulkan oleh eksekutif ini tidak berbeda dengan struktur anggaran yang pernah digunakan pada tahun-tahun sebelumnya. Tentu dalam hal ini kita dari pihak legislatif melakukan rasionalisasi, agar penggunaan dana pembangunan tersebut ini betul-betul dapat dimaksimalkan terhadap kesejahteraan rakyat.

Banggar juga akan melihat secara teliti item-item penggunaan anggaran untuk kepentingan pembangunan tersebut. Terutama sekali kaitannya dengan penggunaan anggaran yang bersumber dari pendapatan asli Aceh (PAA). Tentu juga terhadap sumber dana transfer dari pusat, seperti Otonomi Khusus (Otsus), dana perimbangan daerah dan Dana Alokasi Umum (DAU).

“Sekiranya dana yang bersumber dari DAU saya fikir tidak masalah karena memang dana ini sebagian besarnya untuk belanja gaji dan oprasional. Sedangkan belanja yang bersumber dari pajak harus kita gunakan untuk kepentingan rakyat lebih banyak. Kita harapkan kegiatan yang rencanakan dari sumber tersebut bisa memberikan manfaat langsung bagi rakyat”.

“Sedangkan dana yang bersumber dari Otsus memang sudah mengikat, ada regulasi penggunaannya untuk apa. Misalnya untuk pendidikan 20%, kesehatan 10%, juga untuk kepentingan pembangunan infrastruktur dan ekonomi, dan sebagainya sudah jelas. “

“Namun terkait dengan sumber anggaran lainnnya seperti PAA, hampir keseluruhan untuk belanja aparatur, termasuk perjalanan dinas, kegiatan di internal seperti rapat koordinasi, dan sebagainya. Kalau dilihat dari porsi belanja memang tidak berimbang, karena belanja operasional pemerintah terlalu besar.”

“Sebenarnya kita berharap anggaran yang bersumber dari PAA itu bisa membantu kegiatan masyarakat lebih banyak. Misalnya membantu pembangunan masjid, sebab selama ini nggak ada sumber yang pasti untuk itu. Sebab, kalau dari dana bantuan pusat tidak ada nomenklatur untuk bantuan masjid. Untuk itu, harus dianggarkan dari sumber PAA, jangan habis untuk rapat-rapat koordinasi,” urai Fuadri.

Fuadri melanjutkan, persoalan mendasar hari ini adalah belum adanya keinginan eksekutif yang dalam hal ini Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) untuk membahas rancangan KUA PPAS yang sudah sampaikan ke DPRA. TAPA selalu mencari-cari alasan agar mereka terhindar dari pembahasan di DPRA. Sepertinya mereka tidak punya itikad yang baik untuk  melakukan proses rasionalisasi dan pembahasan.

Menurutnya, Sudah beberapa kali Banggar DPRA mengkomunikasikan, sampai hari ini pihak TAPA tetap bersikeras menganggap bahwa masa pembuatannya sudah melewati jadwal. Padahal saat masa pembahasan masih dibolehkan, mereka sendiri tidak mau duduk bersama untuk membahas rancangan anggaran  yang sudah disusun di dalam kebijakan KUA PPKS 2021 tersebut.

“Sepertinya memang tidak ada itikad baik dari TAPA untuk membahas usulan mereka tersebut, kalau melihat apa yang ditunjukkan eksekutif hari ini. Patut dipertanyakan ada apa sebenarnya, kenapa takut, apakah memang ada sesuatu yang disembunyikan?. Kita juga menyayangkan sikap kekanak-kanakan dari pihak ekselutif yang lari dari persoalan. Jangan anggap itu uang bapak kita, atau  warisan nenek kita, itu uang 5,3 juta rakyat Aceh,” pungkasnya.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.