Komisi V DPRA Desak Disnaker Usir 38 TKA Illegal Yang Baru Tiba Di Nagan Raya

 

Banda Aceh – Kemarahan tampak dari wajah ketua Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani ketika Koran Aceh mengkonfirmasi terkait 38 Tenaga Kerja Asing (TKA) asal Cina yang kembali menghebohkan public khususnya di Aceh Barat dan Nagan Raya, pada Sabtu 29 Agustus 2020.

Diruang kerjanya, Senin, (31/08/2020) kepada Koran Aceh, ia mengungkapkan kekesalannya terhadap pemerintah Aceh dalam hal ini Dina Ketenagakerjaan dan Mobilitas Penduduk (Disnakermobduk) yang tidak mampu menangani persoalan TKA illegal tersebut. Padahal, secara aturan sudah jelas, bahwa setiap TKA punya mekanisme yang harus ditaati ketika ingin bekerja di Aceh.

“Kalau izin mereka sebagai wisata atau turis ya dikeluarkan dari area, nggak mungkin turis ke tempat bekerja. Bukan hanya sebatas memberi police line saja di tempat mereka tinggal, tetapi kalau memang mereka tidak punya dokumen-dokumen yang lengkap sebagai TKA ya di keluarkan saja, atau harus segera diusir,” pintanya.

Tunjukkan ketegasan pemerintah, bukan hanya beropini di media tapi bagaimana aplikatifnya. Namun, pertanyaannya kemudian apakah mau menjalankan atau tidak. Komisi V dari beberapa bulan yang lalu sudah menyampaikan itu, sekarang tinggal kesungguhannya dalam menegakkan aturan.

“Untuk itu kita harapkan ada ketegasan dari pemerintah Aceh. Jadi sikapnya harus jelas, bukan hanya ngomong saja. Kita minta kepada Disnakermobduk selalu mahayon artinya harus ada ketegasan. Kalau perlu,izin perusahaan yang membandel tersebut harus dievaluasi kembali. Bukan berarti kita anti ivestasi, tapi kalau merugikan rakyat, ya dihentikan saja.” ujarnya.

Berkaitan dengan itu, anggota Komisi I DPRA Fuadri, S.Si., M.Si menilai pihak perusahaan tidak patuh terhadap aturan yang berlaku. Padahal pihak Komisi I dan V DPRA pada 24 Juli 2020 sudah pernah menyampaikan ini secara langsung kepada mereka (Perusahaan).

“Kita sampaikan ini aturan-aturan yang harus dipatuhi. Bagi perusahaan yang akan mendatangkan TKA, sebelum masuk harus ada izin dulu. Jadi kita minta proses izin itu di depan, bukan masuk dulu baru mengurus izin. Pihak perusahaan harus mengajukan Rencana Pengunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) kepada pemerintah, ketika sudah ada rekomendasi baru bias didatangkan dari luar”.

Fuadri menilai tindakan yang dilakukan PT Meulaboh Power Generation (MPG) tersebut sebagai kerja mafia. Mereka berani mendatangkan pekerja asing ke Aceh tidak sesuai visa. Sepertinya mereka cari celah supaya terlepas dari kewajiban-kewajiban, terutama untuk membayar devisa kepada Negara. Sebab, berdasarkan ketentuan di Indonesia, setiap TKA  harus membayar devisa sebesar $100.

Ia menambahkan, sepertinya pihak perusahaan melakukan secara sengaja. Tentu ada pihak yang melindungi mereka. Sebab,terkait masalah ini pihak imigrasi selalu mengatakan mereka pakai Visa kunjungan sehingga tidak boleh dilarang.

“Emang siapa yang ngelarang berkunjung orang asing ke negara kita, tapi kalau untuk bekerja ya harus ada izin yang jelas. Untuk itu, saya miminta agar pihak imigrasi Meulaboh untuk diperiksa. Begitupun dengan Kanwil Kemenkumham Aceh, jangan selalu lempar tanggungjawab. Jangan sampai rakyat mengambil tindakan sendiri, ini akan bahaya,” tegas Fuadri.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.