Bila Berdampak Kekhususan Aceh, Kita Harus Advokasi Bersama

 

Banda Aceh - Fuadri, S.Si., M.Si anggota Komisi I DPRA menilai demontrasi diberbagai daerah beberapa hari ini merupakan kekecewaan dari sebuah kebijakan pemerintah Indonesia.

Demikian, kata anggota dewan dari barsela itu, dalam wawancara khusus dengan Koran Aceh usai menerima aksi sejumlah Organisasi Kepemudaan (OKP) Jum’at (09/10/2020) 

Tentunya, terkait kebijakan yang nantinya akan dijalankan oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada dunia usaha, dan masyarakat dianggap tidak memihak kepada rakyat. Para mahasiswa maupun buruh menganggap ternyata ada hal-hal terkait dengan kebijakan ini yang merugikan masyarakat dan lebih menguntungkan kepentingan pengusaha.

Walaupun, sebenarnya maksud dari pemerintah pusat ingin memangkas berbagai kerumitan birokrasi yang selama ini diperlukan oleh kalangan dunia usaha ataupun pihak yang ingin berinvestasi di Indonesia. Namun, tentunya kedua belah pihak ini harus menjadi pertimbangan bagi pemerintah dalam melahirkan kebijakan, baik kepentingan dari sisi investasi maupun kepentingan rakyat.

Dimana memang cara melihat bahwa investasi ini hadir untuk menyediakan lapangan kerja, iya. Akan tetapi, rakyat juga menuntut agar pemerintah juga harus adil dalam memberikan pelayanan kepada mereka. Terutama yang menjadi kewajiban pemerintah sesuai UUD 45 terhadap hak-hak rakyat.

Misalnya, protes para buruh terhadap UU Ciptaker ini pada kluster ketenagakerjaan. Mereka menganggap bahwa UU ini telah menghilangkan fasilitas-fasilitas yang memang harus disediakan oleh dunia usaha sebagai hak rakyat yang bekerja. Tentunya, ini sudah mengurangi hak-hak mereka yang sebelumnya ada.

Terkait dengan apabila UU Ciptaker ini diberlakukan nantinya, Fuadri menyatakan perlu kiranya DPRA untuk melakukan pengkajian. Apakah pemberlakuan UU ini akan berdampak terhadap kewenangan dan kekhususan yang dimiliki Aceh berdasarkan UUPA. Harus dilakukan inventarisir poin-poin dalam UU Ciptaker ini yang berpotensi menggugurkan atau menggerus kekhususan dan kewenangan Aceh. Kajian tersebut harus dilakukan sesegera mungkin, tentunya dengan melibatkan para pakar.

Kalau kemudian hasil kajian menemukan poin-poin yang memang merugikan Aceh, maka pemerintahan Aceh baik eksekutif maupun legislatif harus melakukan advokasi bersama. Begitupun dengan perwakilan Aceh yang ada di Senayan, yaitu anggota DPR-RI maupun DPD harus turut serta untuk melakukan advokasi. Misalnya dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK), dan sebagainya.

Untuk melakukan kajian tersebut, maka harus mendapatkan salinan UU Ciptaker yang sudah final. Sebab, menurut berbagai sumber yang ada sampai saat ini belum ada dokumen resmi UU Ciptaker tersebut yang beredar. Sebagai upaya mungkin DPRA bisa saja menyurati secara kelembagaan untuk meminta dokumen itu dikirimkan.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.