DPRA Bentuk Tim Penegakan Hukum Terkait Kejahatan Seksual dan Fisik Terhadap Perempuan dan Anak

 

Banda Aceh- DPR Aceh menggelar rapat kerja dengan SKPA terkait dan instansi penegak hukum di Aceh mengenai pembentukan tim kecil penegakan hukum dan aturan hukum bagi pelaku kejahatan seksual dan fisik terhadap perempuan dan anak, Selasa (17/11) di Ruang Rapat Badan Anggaran DPR Aceh.

Rapat kerja yang di gelar dari pukul 14:30 s/d 16:00 WIB di buka dan di pimpin oleh Wakil Ketua DPR Aceh,  Safaruddin, S.Sos, M.S.P dihadiri oleh Ketua Komisi I DPR Aceh, Tgk. Muhammad Yunus M. Yusuf, Saiful Bahri (Sekretaris Komisi I DPR Aceh), Bardan Sahidi (Anggota Komisi I DPR Aceh), Darwati A. Gani (Anggota Komisi I DPR Aceh), Syamsuri, A.Mk (Anggota Komisi V DPR Aceh), Ketua Mahkamah Syar’iyah Aceh, Asisten I Sekda Aceh, Kepala Dinas Syariat Islam Aceh, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Perwakilan Kepala Satpol PP/WH Aceh, Perwakilan Kepala Biro Hukum Setda. Aceh,  Perwakilan Kepala Dinas Sosial Aceh, Perwakilan Kepala Biro Kesra Setda. Aceh,  Wadirreskrimum Polda Aceh, Perwakilan Kejaksaan Tinggi Aceh, Perwakilan Kanwil Hukum dan HAM Aceh, Pengurus KontraS Aceh dan LBH Banda Aceh.

Safaruddin dalam sambutannya mengatakan bahwa harapan besar  pembentukan Tim Kecil adalah mengambil semua unsur dari beragam instansi dan kita juga harus menjaga Undang-Undang Perlindungan Anak dan juga Qanun Jinayat.

Kita berkomitmen Syariat Islam menjadi jalan hidup dan aturan yang berlaku di Aceh dan penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan seksual harus dimaksimalkan. Mudah-mudahan tanggung jawab kita hari ini menjadi tanggung jawab kita semua untuk merumuskan kebijakan, tegas Safaruddin.

Selanjutnya, Dr. Jafar, SH, M.Hum Asisten I Sekda. Aceh memberikan masukan bahwa persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak dapat diklasifikasikan dalam beberapa aspek yaitu pertama, aspek hukum dimana apakah hukum nasional maupun qanun sudah maksimal? Karena ada dipertentangkan dalam penggunaan pasal  dan ini perlu kita kumpulkan semua aturan dan kita kaji. Kalau belum memadai harus kita sempurnakan dan kalau sudah sempurna berarti dari segi hukum sudah selesai. Kedua, Aspek kelembagaan atau aparatur, dimana yang terlibat dalam perlindungan anak dan perempuan apakah sudah efektif dari sisi lembaga ataupun aparaturnya? Dan selanjutnya ketiga aspek budaya hukum masyarakat, dimana partisipasi dan kepatuhan masyarakat karena kalau tidak patuh akan sulit penegakan hukum dan perlunya sosialisasi dan kerja keras agar bila terjadi pelanggaran dapat dilaporkan ke aparat penegak hukum. Terakhir keempat aspek sarana dan prasarana, dimana apakah sarana dan prasarana sudah ada jangan-jangan belum ada.

Bardan Sahidi, Anggota Komisi I DPR Aceh menegaskan keberadaan kondisi sekarang bahwa kejahatan terhadap perempuan dan anak terus meningkat. Kejahatan ini extra ordinary crime dan penanganannya harus extra ordinary Tim ini perlu diformalkan agar lebih efektif dan bisa jadi di bentuk gugus tugas.

Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Dr. EMK. Alidar, S. Ag., M. Hum menambahkan bahwa karena kita akan membentuk Tim kecil dan diformalkan maka perlu kita bahas lebih lanjut, akan tetapi tim ini bagus dibentuk namun jangan seolah-olah qanun jinayat tidak bagus.

Elfiana, SH, M.Si Kasubdit IV Ditreskrimum Polda Aceh, menegaskan bahwa sangat sepakat dan kami yang tiap hari menangani kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan ini sangat miris  dan si korban selalu dikesampingkan, saya sepakat dengan Kadis Syariat Islam dan kalau penerapan hukum berawal dari Penyidik. Bukan kita tidak senang dengan qanun namun kalau untuk kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan kita jatuhi hukuman penjara, tegas Elfina.

Aulianda Wafisa dari LBH Banda Aceh menambahkan terkait dengan kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan yang sudah direvisi berkali-kali kenapa tidak kita gunakan dan kami memberanikan diri untuk menjelaskan terkait dua pasal yang mengatur terhadap kasus kekerasan terhadap anak dan perempuan dan dalam Undang-Undang Perlindungan Anak yang revisi ketiga bisa di hukum maksimal dan sampai kebiri. Apabila kami dilibatkan atau tidak dan kami mengharapkan agar tim mengkaji Undang-Undang Perlindungan Anak dan perlu di ingat bahwa ini sebuah kebijakan yang baik dan kita harus tunduk kepada UU 35 tahun 2014 tentang Perubahan Atas 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

Saiful Bahri Sekretaris Komisi I DPR Aceh memaparkan bahwa pembentukan tim ini penting dan arahnya adalah pembentukan tim kecil dan harus melibatkan semua unsur. Dalam tim kecil nanti kita bahas saja mengenai tembak mati satu atau dua orang bagi pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak biar takut karena tidak jera-jera, pangkas Saiful Bahri yang merupakan mantan kombatan GAM.

Terakhir Ketua Komisi I DPR Aceh Tgk. Muhammad Yunus M. Yunus  menegaskan dalam Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat tidak ada salah dan yang salah cara penerapannya dan nantinya perlu ada action plan dari tim kecil yang akan kita bentuk.



Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.