Insider, Anak Krueng Raba Lhok Nga Jadi Pahlawan Nasional 2020

Pahlawan Nasional, Mr. Muhammad Amin. Foto: Ist.

Oleh: Nab Bahany As

Presiden Jokowi pada peringatan Hari Pahlawan 10 November 2020, mengukuhkan seorang putra Aceh menjadi Pahlawan Nasional, yaitu Mr. Muhammad Amin, yang lebih dikenal Mr. SM. Amin. 

Tahukah Anda, siapa Mr. SM. Amin ini? Dia adalah seorang putra Aceh, yang lahir di Krueng Raba Lhok Nga, Aceh besar, dari pasangan Muhammad Taif dan Siti Madinah 22 Februari 1904. 

Ayahnya Muhammad Taif adalah Kepala Sekolah Dasar Melayu di Kutaraja, pada zaman Pemerintah Hindia Belanda. Sementara Ibunya Siti Madinah berasal dari Batang Natal Mendiling. Karenanya, ada darah Nasution pada diri SM. Amin, sebagai anak kelima dari enam bersaudara dari pasangan Muhammad Taif dan Siti Madinah. 

SM. Amin menghabiskan masa kecilnya di Krueng Raba Lho Nga, Aceh Besar. Bahkan SM. Amin sendiri punya nama kecilnya, yaitu "Krueng Raba Nasution". 

Pada usia 8 tahun Ayahnya memasukkannya ke sekolah 'Europeesche Lagere School' di Sabang. Sekolah ini termasuk salah  satu kebijakan Politik Etis Pemerintah Hindia Belanda, yang memberikan kesempatan pada pribumi dan keturunan Tionghoa di Aceh, untuk mengenyam pendidikan bagi anak-anak pribumi di sekolah rendah Eropa, yang didirikan Belanda di Sabang. 

Tamat di Sabang, Amin lanjut sekolah ELS di Solok. Kemudian pindah ke ELS Tanjung Pinang. 1919 masuk sekolah kedokteran STOVIA di Batavia. 

Sejak itu, Amin mulai aktif (menjadi aktivis) kebangsaan, yang tergabung dalam Yong Sumatera Bond. Sambil kemudian melanjutkan sekolah MULO (setingkat SMP) di Batavia. 

Dengan prastasi dan kecerdasan yang dimiliki Amin, sehingga tak sulit baginya menetukan sekolahnya ke Algemeene Middelbare School (AMS) di Yogyakarta. 

Tahun 1927, SM Amin diterima jadi mahasiswa di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum 'Rechtschoogeschool' Batavia. Hingga memperoleh gelar Meester in de Rechten (Mr). 

Sejak itu sambil menjadi pengacara, Amin terus aktif dalam pergerakan pemuda, karena semangat kebangsaan dan rasa nasionalisme yg terus tertanam dalam dirinya. Hingga SM. Amin muda termasuk salah satu tokoh penggagas lahirnya Kongres Pemuda, 28 Oktober 1928 yang kemudian dikenal dengan Sumpah Pemuda. 

Mengabdi untuk Aceh 

Setelah malang melintang di Batavia, tahun 1934, memutuskan kembali ke Aceh untuk mengabdi di tanah kelahirannya. Sekembalinya ke Aceh (Kutaraja), Amin diterima bekerja sebagai Advocaat Procureer, kantor Advocaat Hindia Belanda yang berkedudukan di Kutaraja , dengan jabatan yang membawahi Aceh dan Medan. 

Tahun 1937 SM. Amin mempersunting seorang gadis tempat kelahirannya di Lhok Nga, Aceh Besar, namanya Cut Maryam. Dari pernikahan ini lahir empat putri dan seorang putra. Masing-masing bernama Siti Ainomi, Siti Sofiani, Siti Aida Zulaikha, Siti Ratna Dewi, dan Ahmad Riawan. 

Selama bekerja sebagai Advocaat di kutaraja, SM. Amin  dikenal sebagai pengacara yang sangat bertanggung jawab, jujur, berani, arif dan bijaksana dalam membela kebenaran. Sehingga rakyat Aceh merasa terlindungi oleh SM. Amin dari kesewenang-wenangan Pemerintah Hindia Belanda. 

Pada masa Jepang, SM. Amin diangkat menjadi hakim (Simpankan) di Sigli. Sebagai hakim, Amin mengandi sepenuh jiwanya dalam memberikan putusan hukum dengan seadil-adilnya. 

Sambil memangku jabatan Hakim, SM. Amin juga menjabat Direktur Sekolah Menengah di Kutaraja. Amin mengajar siswanya terutama Pendidikan Moral, dan Pendidikan Cinta Tanah Air. Di masa kependudukan Jepang, SM. Amin juga sempat menjabat sebagai anggota DPRD Aceh. 

Hingga kemudian siswa-siswa SM. Amin bergabung dalam Tentara Pelajar Aceh (TPA) untuk ikut berperang merebut kemerdekaan dari Jepang. 

Jadi Gubernur Sumatera Utara 

Setelah Indonesia Merdeka 1945. Pada April 1947, Mr. SM. Amin dipilih jadi Gubernur Muda Sumatera Utara. Kemudian diberhentikan dari jabatan Gubernur Muda, lalu 1948 SM. Amin dilantik kembali sebagai Gubernur Sumatera Utara oleh Presiden Sukarno, yang saat itu sedang berada di Aceh. 

Tahun 1949, SM. Amin kembali diberhentikan dari gubernur, karena saat itu semua diambil alih oleh Gubernur Militer. Baru pada Oktober 1953, Mr. SM. Amin diangkat kembali sebagai Gubernur Provinsi Sumatera Utara. 

Tahun 1956, SM. Amin kembali diberhentikan dari Gubernur Sumatera Utara, dan ditarik ke dalam Kabinet Menteri Dalam Negeri. Di Depdagri, Mr. SM. Amin menjadi salah seorang tokoh penggagas Otonomi Daerah, dan Ketua Panitia Pembagian Daerah (Provinsi) di Indonesia. 

Penulis Misterius 

Ada sebuah buku yang ditulis Mr. SM. Amin, judulnya "Aceh Sepintas Lulu". Buku ini menceritakan pergolakan Aceh sejak awal merdeka 1945-1949. 

Buku itu lama sekali menjadi sebuah buku misterius. Karena nama penulis buku itu namanya Indider. Semua orang terkecoh dengan nama penulis buku itu, siapa nama Insider itu?. 

Banyak orang mencari tahu, sebab para penulis Aceh ketika buku itu diterbitkan tahun 1950, tidak ada seorang penulis pun yang namanya Insider. 

Selidiki punya selidiki, Insider itu adalah nama samaran dari Mr. SM. Amin. SM. Amin saat menulis buku itu, kondisi Aceh sangat tidak kondusif. 

Sehingga SM. Amin sebagai seorang pelaku sejarah dalam konflik Aceh di awal-awal kemerdekaan, ia harus menulis peristiwa sejarah Aceh itu dalam sebuah buku, dengan tidak menggunakan nama aslinya.  

SM. Amin menggunakan nama samarannya, yaitu Insider. Maksudnya orang dalam. Agar kelak semua orang tahu semua kejadian perisritiwa konflik Aceh saat itu, yang sekarang semuanya sudah jadi sejarah. 

Buku "Aceh Sepintas Lalu" yang diterbitkan tahun 1950 dulu, pada tahun 2014 telah diterbitkan kembali dengan judul "Memahami Sejarah Konflik Aceh". Diterbitkan oleh Yayasan Obor Jakarta.

Mr. SM. Amin yang baru dianugerahi pahlawan nasional oleh presiden Jakowi ini, meninggal 16 April 1993 di Jakarta.

 Mestinya, yang mengusul kepada negara Republik Indonesia Mr. SM. Amin jadi Pahlawan Nasional adalah rakyat Aceh. Tapi tak ada masalah, kalau daerah lain telah mengusulkan SM. Amin kepada negara untuk dinugerahi Pahlawan Nasional, oleh presiden Jokowi pada peringatan hari pahlawan 10 November 2020. 

Karena Aceh memang punya stok putra-putra terbaik yang masih sangat banyak, yang harus dianugerahi pahlawan nasional, atas jasa-jasanya kepada republik ini.

*Penulis adalah Budayawan Aceh, domisili di Banda Aceh.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.