SEMMI Wilayah Aceh Desak Hentikan Kerjasama Pengelolaan Migas Blok B Aceh

Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Aceh, Husnul Jamil 

Banda Aceh - Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Aceh, Husnul Jamil mendesak PT. PEMA dan Pemerintah Aceh untuk menghentikan kerja sama pengelolaan Blok B Migas yang berada di Aceh Utara, Rabu (1/9/2021).

Ketua Umum Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) Wilayah Aceh Husnul Jamil mengungkapkan bukan tanpa alasan pihaknya mendesak agar menghentikan kerjasama tersebut.

Bakrie Group memiliki catatan kelam dalam sejarah pengelolaan migas di Indonesia. 

Pertama, pada tanggal 29 Mei 2006 terjadi luapan lumpur panas di Sidoarjo akibat pengeboran minyak oleh PT. Lapindo (Bakrie Group), 16 desa di 3 kecamatan tenggelam.

Terdapat 25.000 jiwa yang mengungsi akibat peristiwa lumpur panas ini, 10.426 unit rumah, 77 unit rumah ibadah terendam lumpur, dan 30 pabrik yang tergenang terpaksa menghentikan aktivitas produksi dan merumahkan ribuan tenaga kerja.

Selanjutnya, hutang Bakrie pada Kas Negara berjumlah 1,91 Triliun yang merupakan dana talangan penanggulangan luapan lumpur lapindo yang telah jatuh tempo pada 10 juli 2019  lalu. 

Menurut BPK, Lapindo hanya pernah membayar sekali sebesar 5 Milliar pada 20 Desember 2018. 

Gubernur Aceh menerima naskah asli kontrak kerja sama Blok yang diserahkan oleh Kementerian ESDM yang diwakili oleh Sekjen Dr. Ir. Ego Syahrial M.Sc pada Rabu, 25 Agustus 2021.

Husnul mengungkapkan Pemerintah Aceh dibawah kepemimpinan Nova Iriansyah dan Dirut PT. PEMA Zubir Sahim seharusnya dapat melihat fenomena sosial yang terjadi saat ini.

“Hutang pada negara hingga saat ini belum ada kejelasan, negara saja dikadalin, apa lagi tingkat PT. PEMA dan Pemerintah Aceh, apa  Pak Nova sama Pak Zubir mau bertanggung jawab kalau macet persoalan keuangan dan terjadi luapan lumpur di Aceh?,” ungkap Husnul.

Husnul mengharapkan BUMD Aceh dalam hal ini PT. PEMA harus memberdayakan perusahaan-perusahaan lokal terlebih dahulu dan lebih transparan dalam mengelola SDA yang ada di Aceh.

“Kita selalu menjadi tamu di rumah kita sendiri. Padahal kita selalu mengatakan bahwa Aceh kaya, tetapi kekayaan Aceh tidak pernah di nikmati oleh rakyat Aceh itu sendiri,” ujarnya.

Selain itu dalam pengelolaan Blok B, BPMA sebagai regulator juga harus melakukan pengawasan pada kontrak kerja sesuai dengan ketentuan  PP Nomor 23 Tahun 2015 Tentang Pengelolaan Bersama Sumber Daya Alam Minyak dan Gas di bumi Aceh dan UUPA. (Wiwin).

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.