Apresiasi Trans Meudiwana; Ini Kata Iskandar Agar Pariwisata Aceh Lebih Maju

 

 

Iskandar S. Sos, M. Si Staf Ahli Walikota Banda Aceh
mengunjungi Dermaga Wisata Ulee Lheue, Selasa (13/9/2022).

Banda Aceh - Pemerintah Propinsi Aceh telah melaunching Trans Meudiwana untuk para wisatawan yang ingin menuju lokasi wisata, rute wisata tersebut beroperasi setiap akhir pekan, Iskandar, S. Sos, M. Si tokoh pemerhati pariwisata mengapresiasi sekaligus menyampaikan poin penting terkait pengelolaan pariwisata Aceh untuk diperhatikan seksama, Selasa (13/9/2022).

Untuk meningkatkan pariwisata Aceh khususnya di Banda Aceh dan Aceh Besar saat ini wisatawan dihadirkan dengan transportasi umum yang dikhususkan untuk wisatawan, terdapat 6 unit bus dengan dua rute khusus.

Iskandar Staf Ahli Walikota Banda Aceh mantan Kepala Dinas Pariwisata Banda Aceh mengapresiasi Pemda Aceh serta Dishub Aceh atas lounchingnya Trans Meudiwana ini, meski demikian ia mengungkapkan suatu kebijakan harus tetap berimbang dengan memperhatikan mode trasportasi/angkutan lainnya.

“Pemerintah harus memberikan kebijakan yang berimbang,  sehingga hadirnya angkutan wisata ini tidak mengganggu pemasukan angkutan lainnya, seperti Go Jek, Grab, becak, angkutan rental dan lainnya, meskipun Trans Meudiwana telah dilaunching, mode angkutan jenis lainnya tersebut tetap mendapat pemasukan” ujar Iskandar saat diwawancarai di kawasan pariwisata Ulee Lheue Park, Banda Aceh.

Ia juga mengungkapkan dengan kebijakan yang berimbang maka melalui peningkatan wisatawan yang juga menggunakan jasa angkutan lain melalui pariwisata akan membantu meningkatkan perekonomian masyarakat Banda Aceh.

Setelah dilakukannya Peusijuk dan Launching Trans Meudiwana memiliki dua rute yang beroperasi setiap hari minggu.

Rute pertama, Masjid Raya Baiturrahman - Ulee Lheue, dari pukul 08.00 hingga 18.22 WIB. Melewati rute, Museum Aceh, Makam Iskandar Muda, Taman Putroe Phang, Museum Tsunami, Kerkof, PLTD Kapal Apung, Masjid Baitturahim, Wisata air Ulee Lheue, Blang Padang, Taman Bustanus Salatin, Rex Peunayong.

Rute 02, Masjid Raya Baiturrahman - Lampuuk, dari pukul 09.00 hingga 18.57 WIB, Melewati rute, Museum Aceh, Gunongan, Masjid Kupiah, Rumoh Cut Nyak Dhien, Pasar jajanan Lampisang, Gampong Nusa, Kerajinan Keudai Bieng, Pantai Lampuuk.

Poin Penting Peningkatan Pariwisata Aceh

Saat ini persoalan kepariwisataan di Aceh masih terus menjadi penghambat berkembangnya peningkatan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat melalui pariwisata Aceh.

Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri yang memerlukan kebijakan signifikan demi memperbaiki juga menyempurnakan tahap pembangunan pariwisata Aceh.

Sebagian besar problem wisata menurut Iskandar terjadi akibat cara pandang kebijakan kepariwisataan Aceh belum menerapkan prinsip holistik, menyeluruh, buktinya masih ada satu pihak yang ingin memberikan pelayanan yang baik sedangkan pihak lainnya malah bisa saja menghadapi kemunduran akibat kebijakan yang dikeluarkan.

Kemudian, lanjutnya, belum teratasinya problem kepariwisataan di Aceh secara umum diakibatkan komunikasi antar pihak dalam penerapan kebijakan wisata belum menunjukkan saling kesepahaman khususnya dalam penegakan aturan.

Terjadi pensterilan suatu kawasan wisata misalnya di Banda Aceh, namun para pedagang dan pengusaha malah menganggap kebijakan penataan lokasi wisata tersebut sebagai problem, mereka merasa dirugikan, padahal tugas pemerintah/pemda dalam hal ini justru ingin memberikan keseriusan dan konsisten menetapkan kawasan central poin dalam mengelola kunjungan wisatawan.

Selain terkait tantangan komunikasi kepariwisataan di Aceh, komponen utama pendukung pertumbuhan pariwisata Aceh guna meningkatkan pelayanan dan keterbukaan bagi masyarakat terkiat investasi di bidang ini, menurut Iskandar, para pihak penyokong terselenggaranya program wisata masih mengalami kendala yang cukup mempengaruhi pelayanannya.

Contohnya; keamanan, ketertiban maupun kenyamanan di lokasi yang hendak dituju, wisata Aceh masih minim sadar wisata, mungkin dibutuhkan duduk bersama dan membuat blue print yang hingga saat ini sepatutnya menjadi Qanun Wisata di berbagai kabupaten/kota di Propinsi Aceh.

Diantara aturan yang dikeluarkan pemda maupun pemko terkait wisata, penting sekali dimaknai secara prospektif dan sepaham, hal ini guna menghindari kepentingan-kepentingan para pihak secara sendiri-sendiri, padahal justru dituntut semua pihak harus turut andil dan membawa pengaruh dalam membangun kepariwisataan Aceh ke depannya.

Menyinggung persoalan wisata domestik maupun luar negeri, Iskandar menyebut perlunya penyesuaian yang relevan terkait biaya transportasi menggunakan pesawat terbang, selain memberikan kepastian harga tiket pesawat dari berbagai propinsi luar Aceh ke Propinsi Aceh agar dapat ditekan lebih berkesesuaian, potensi penyesuaian harga tiket demi peningkatan animo publik berwisata ke Aceh jauh lebih optimal.

"Harga tiket pesawat yang mahal, izin wisata yang sulit diberikan pemerintah, persepsi pariwisata membawa mudarat, monopoli lembaga keuangan, hambatan cultural kebiasaan membuang sampah sembarangan, keamanan, fasilitas, dan masih kurangnya safety, hal-hal tersebutlah kendala struktural yang patutnya disikapi secara responsif dan menyeluruh oleh Pemerintah Aceh.” paparnya.

Selain tantangan struktural sebagaimana disampaikan Iskandar, tantangan kultural di Aceh agar mampu mendongkrang kunjungan wisatawan manca negera maupun wisatawan dalam negeri patut diambil kebijakan yang jelas dan berkelanjutan.

Kesadaran masyarakat di Aceh menurut Iskandar terkait cultur, budaya yang menjadi kebiasaan masyarakat di sini seharusnya menjadi konten dan nilai historical tersendiri, perbedaan adat istiadat di Aceh dan kekhususan budaya Islam sebagai propinsi yang satu-satunya menyelenggarakan syariat Islam bukanlah hambatan, justru harus menjadi kekhasan tersendiri, Aceh perlu belajar ke negeri Islam, di negeri yang justru perkara syariat tidak menjadi hambatan tumbuh kembangnya kepariwisataan mereka.

“Saat ini semua sepakat memajukan wisata di Aceh, namun kondisi riil masyarakat kita masih ada yang menganggap sebagai mudharat jika diterapkan kebijakan wisata Aceh yang lebih membuka diri terhadap perkembangannya, nah, ini bisa sangat berimbas dengan laku budaya Aceh itu sendiri yang konon Islami, 

tapi soal berwisasta, soal kesenian dan lainnya sebagai dunia hiburan seolah begitu rumitnya harus dijalankan akibat cara pandang para pemangku kepentingan dan kaum pesimis di bidang wisata malah menganggap wisata membawa mudharat, ini harus ada perbaikan di masa datang ” ungkapnya.

Maka dari itu Iskandar berharap persoalan pariwisata ini dapat teratasi, dengan adanya PJ Gubernur Aceh dan PJ Walikota Banda Aceh yang baru maka persoalan kemiskinan dapat teratasi, terobosan meningkatkan kesejahteraan lewat bidang pariwisata sangat dimungkinkan, setiap orang harus sadar wisata,

pemimpin dan warganya juga perlu melakukan upaya singkronisasi antara aturan dan penerapan, lakukan saja dan tetap disempurnakan untuk melahirkan potensi daerah di bidang wisata yang lebih menjanjikan.

"Jika Aceh aman dan nyaman serta tidak banyak gejolak, maka wisata  dapat membawa kemajuan pasca Covid-19 yang telah banyak dijadikan alasan sebab-sebab mundurnya pembangunan, Aceh ini punya berbagai keindahan, subur dan masih alami, 

tugas kita bersama memelihara, wisata tidak merusak lingkungan, tidak salah bagi pemerintah terus melaksanakan pembangunan pariwisata sebagai rasa syukur atas negeri yang seharusnya makmur," tutup Iskandar usai mengunjugi kawasan Dermaga Wisata Ulee Lheue, Banda Aceh.

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.