Made In Made Sukses Gelar Sound Of Nanggroe, Ini Harapan Aceh untuk Indonesia

Made In Made live in concert Hermes Pallace Hotel, Sabtu (22/10/2022).
Banda Aceh – Meski dengan segala keterbatasan dan terbit bersama semangat yang menaungi niatan mengadakan Pagelaran Seni Budaya Aceh, event yang perdana digelar Hermes Hotel juga Made In Made sendiri pasca pandemi, 2 tahun menunggu, sukses Sound of Nanggroe menghadirkan puluhan talent seniman Aceh suarakan damai serta harapan untuk Indonesia, Senin (24/10/2022).

Bertajuk Live in Concert band Melayu Aceh and Raggae (akronim MADE) Sabtu malam, 22 Oktober 2022 di Ball Room Hermes Hotel Palace dipenuhi para undangan serta masyarakat pencinta perdamaian untuk sama-sama jadi saksi pesan dan harapan Aceh untuk Indonesia dalam rangkaian pagelaran seni budaya yang diinisiasi Budi Saiful selaku GM Hotel Hermes Palace serta Ramadhan Moeslem Arrasuly dengan ketua panitia Hidayatullah.

Saat dikonfirmasi media www.koranaceh.net, Made bernama asli Ramadhan Moeslem Arrasuly menjelaskan historis mengapa dirinya begitu amat menginginkan refleksi terkait perdamaian  bagi Indonesia, apalagi sebagai orang Aceh, wajar sosok yang juga cicit Pahlawan Nasional sepertinya melanjutkan upaya menyongsong masa depan Indonesia secara lebih damai dan bermartabat di setiap sisinya.

Made dalam siaran pers menyebut event ini adalah sebuah event kemanuasian atau event charity, berhubung diadakan di sebuah hotel bintang lima, maka diadakan sistem ticketing, para penonton wajib membeli tiket, itu semua semata-mata untuk menutupi biaya operasional bagi kedua belah pihak; Hermes dan Made In Made.

Made In Made live in concert Hermes Pallace Hotel, Sabtu (22/10/2022).

“Sepenuh rasa syukur kami, Alhamdulillah puji syukur kehadira Allah SWT serta shalawat kepada  Rasulullah Nabi Muhammad SAW sehingga pagelaran seni budaya yang diinisiasi Made dan Hermes akhirnya telah terselenggara dengan baik dan lancar, terima kasih atas bantuan dan kinerja tim dengan segala kerendahan hati kami ucapkan ribuan terima kasih, semoga jadi ibadah,” ungkap Made.


Made merupakan generasi ke-4 dari Maulana Syekh Sulaiman Arrasuly Al-Khalidi, Almarhum Ibunya adalah cucu dari anak pertama Syekh Sulaiman Arrasuly Al-Khalidi, sosok ulama besar yang merupakan tokoh perjuangan kemerdekaan Republik Indonesia, juga tokoh Pendidikan Indonesia sehingga dinobatkan menjadi Pahlawan Nasional.

Sejarah pemberontakan yang berlangsung juga mencatat nama Syekh Sulaiman Arrasuly Al-Khalidi sebagi sosok sentral yang menjadi jembatan perdamaian, pemberontakan PRRI dan DITII di wilayah Sumatera berhasil diredamnya bersama Tgk. M. Hasan Krueng Kalee dan Abuya Muda Waly Al-Khalidi.

Meski banyak hal yang tidak disangkakan bisa berjalan baik dan lancar dari penyelenggaraan Sound of Nanggroe ini, Made menyampaikan agar ke depan diperlukan sinergitas bersama semua pihak untuk menjadikan Aceh sebagai messege of peace, lebih banyak pihak dapat terlibat menurutnya akan semakin baik dan maksimal.

Pesan Damai Perlu Upaya Semua Pihak di Aceh

“Seharusnya, yang mensupport event sound of nanggroe ini, yang bertemakan menyampaikan Pesan perdamaian dari  Aceh untuk Indonesia ini, adalah pihak Pemerintah Aceh, Pemerintah Kota Banda Aceh, dan juga tentunya wajib didukung olek Pihak Kodam Iskandar Muda dan Pihak Polda Aceh. Agar kesannya lebih kuat dan benar-benar legal” papar Made.

 Alasan menurutnya, dikarenakan Aceh adalah daerah modal,  sebelum dan sesudah kemerrdakaan dan terbentuknya negara republik indonesia, menjadi contoh daerah atau provinsi yang sudah damai dari sebuah konflik yang berkepanjangan selama 30 Tahun.

“Saya juga ingin sekali bertemu langsung dengan Bapak Pj.Gubernur Aceh, Bapak  Pj.Walikota Banda Aceh, Bapak Pangdam Iskandar Muda dan juga Bapak Kapolda Aceh,” harapnya.

Pesan ini adalah bertujuan, agar Pemilihan Presiden tahun 2024 bisa berjalan lancar, aman dan damai, terhindar dari konflik sara dan lainnya, jangan sampai terjadi lagi seperti halnya pemilihan  presiden tahun 2019.

 “Dikarenakan indonesia itu adalah bhinneka tunggal ika, mulai dari Aceh hingga Papua walaupun berbeda tapi tetap satu dan juga semoga saja konflik yang terjadi dipapua kita harapkan segera berakhir, "damai aceh untuk papua", lanjutnya.

 “Saya berharap, event sound of nanggroe yang akan datang bisa digelar roadshow keliling Aceh dan  di lapangan terbuka, seperti hiburan rakyat dan free tanpa tiket,”jelasnya.

Sudah 17 tahun perdamaian Aceh MoU Helsinki, sekalipun Made in Made tidak pernah dilibatkan, malahan pada tahun 2019 Made In Made diundang dalam peringatan hari perdamaian dunia yang ke-70 tahun di negara Malaysia.

Begitu juga dengan HUT Polri dan HUT TNI, Made in Made tidak pernah dilibatkan sama sekali, hal ini sangat kontras menurutnya.

Malahan selama 10 tahun terakhir, Made in Made sering berada dipanggung luar Aceh, seperti Sumatera, Jawa dan Bali, juga sering sekali dipanggung international seperti Thailand dan Malaysia. Mewakili Aceh atau Indonesia. Tentunya sering sekali menggunakan dana atau biaya pribadi.

Sementara di panggung event yang diadakan oleh Provinsi Aceh, khususnya event yang berskala international, Made In Made tidak dilibatkan.

Gelaran Seni Budaya Sound Of Nanggroe Direspon Positif

Pagelaran seni budaya Sound of Nanggroe sangat direspon positif oleh banyak kalangan, khususnya tamu yang hadir, salah satunya seperti Oneng pimpinan Sanggar Geunta Nanggroe. Menurutnya event dikemas dengan sangat baik dan bagus.

Begitu juga dengan Zulkifl (Jol Kande) player geundrang/seurune kalee salah satu personil KANDE band, menurut beliau dia sangat tertarik dan menyukai lagu yang berjudul Menikahlah.

“Saya juga bersyukur, karena dihadiri oleh seorang maestro Aceh dan juga seorang guru sekolah musik Moritza yaitu bang Moritza Thaher, beliau sudah saya anggap seperti Abang, Guru dan juga seperti orang tua sendiri, pernah menggarap lagu Made in Made yang berjudul I Love Rapa'i, perform bersama di dalam event Rapa'i International Festival 2016,” jelas Made.

Pertunjukan juga dihadiri Mahrisal Rubi, ia adalah salah satu komposer musik Aceh yang juga composer dan pencipta lagu yang terpilih menjadi Hymne Aceh.

“juga hadir salah seorang musik director Made In Made yaitu Dedi Adrian, ia salah satu musisi kebanggan Aceh (guitarist Metazone) berasal dari dataran tinggi tanoh Gayo, beliau juga tidak langsung pulang, menyempatkan diri untuk berbincang dan berdiskusi dengan kami mengenai event ini” jelasnya.

Terlaksananya event ini juga tidaklah mudah, banyak terjadi miskomunikasi saat di lapangan, dan juga masalah teknis mulai dari awal dan di saat acara berlangsung hingga akhir acara.

“Secara khusus kami bersama seluruh kru panitia mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan GM Hermes Hotel, Budi Saiful serta segenap stafnya yang telah sudi dan bersedia menjadikan Hermes sebagai tempat digelarnya event Sound of Nanggroe, juga Iskandar Nurdin yang bagi saya pribadi merupakan pejabat rasa masyarakat karena mantan Kadis Pariwisata Banda Aceh inilah yang pertama kali memperkenalkan Budi Saiful GM Hermes,” ujarnya.

“Terima kasih untuk team work dari pihak Made In Made yang telah bekerja keras secara voulentir sejak awal hingga akhir gelaran, mereka antaranya; Mahfud, Khalis, Avil, dan juga Afka yang merangkap sekaligus voulentir dan talent acara dari Aceh Beatbox Community, tampil voulentir antara lain;

Sanggar Linge (Gayo Traditional Dance), Dekdi NBC (HNS), Akmal (LEMPIA), Collaboration “Percussion and Contemporary Dance”, Nazaruddin (Ampon Nazar) featuring Syukri (Tarian Debus), Vonna (pembacaan puisi 'Kebaikan' karya Zulfikar Kirbi), Teater Rongsokan, Mr. Doff (seni rupa) dan Nada Zayyana Haula selaku player biola yang baru saja resmi ikut bergabung dengan Made In Made band” ungkapnya.

“Terimakasih juga kepada Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Aceh 
yang telah mensupport Soundsystem,-BPNB Aceh yang telah mensupport dana (tidak disebutkan nilai/jumlahnya) minimal sudah bisa untuk ikut membantu menutupi biaya operasional Event. Terima kasih juga untuk para awak media; media Komparatif, media Aceh Monitor, media koran Aceh, kepada Prawita Genppari Aceh juga segenap seniman, sastrawan dan budayawan Aceh yang ikut mensupport dan mendo'akan event kemanusiaan ini, khususnya yang turut hadir di event ini,” paparnya.

“Terima kasih juga untuk support dari jauh oleh semua orang yang ikut mensupport dan mendoakan event ini. kawan-kawan komunitas dan artis reggae yang ada di Indonesia. Special thanks to Emilio Gangstarasta, walaupun beliau batal hadir dievent ini. Untuk kawan-kawan komunitas dan artis reggae yang berada di luar negara,”lanjutnya.

“Yang terakhir, terima kasih  yang tak terhingga untuk seseorang yang sangat special dan sangat istimewa bagi saya, yaitu Nabillah Risky Monita (Manager) yang sedari awal, mulai dari akhir bulan mei 2022 ke akhir bulan oktober 2022, hingga event Sound of Nanggroe selesai yang telah sudi dan ikhlas untuk setia menemani saya baik dalam keadaan suka maupun duka, dia sangat sabar dan selalu memberikan semangat pada saya.

Apalagi sedari awal, saya pribadi Ramadhan Moeslem Arrasuly, sama sekali tidak memiliki buged/dana satu rupiah pun, untuk menggelar event ini hanya bermodalkan sebuah Kepercayaan dan juga sebuah keyakinan atas kebesaran Allah SWT,” tutup Made.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.