Pilkada Aceh 2024 Terbuka Peluang Terjadi Gesekan dan konflik terbuka


Dr Eka Januar


Banda Aceh - Dr Eka Januar mengatakan, tidak ada konflik politik yang terjadi secara serta merta, konflik tersebut selalu diciptakan oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan.


Kepada media ini, Pengamat Politik yang juga akademisi, UIN - Raniry, sabtu 31 Agustus 2024, menambahkan, tahapan Pencalonan kepala daerah untuk pilkada 2024 telah berakhir yang dimulai 27 sd 29 Agustus 2024. Untuk bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh hanya dua bakal calon yang mendaftar yaitu Pasangan Butami Hamzah - Muhammad Yusuf A Wahab (Tu Sop) dan Pasangan Muzakir Manaf - Fadlullah. 


Melihat berbagai dinamika yang berkembang ditengah-tengah publik Aceh pasca pendaftaran calon, pihaknya menilai potensi ketegangan seperti kekerasan verbal bahkan kekerasan fisik sangat berpeluang terjadi, saling serang di media sosial mulai terlihat jelas, walaupun sebenarnya potensi itu dapat diminimalisir dengan lahirnya calon ke tiga, namun calon ke-tiga tidak lahir sampai berakhirnya masa pendaftaran, katanya.


Menurutnya, hal ini disebabkan karena partai politik yang ada di Aceh baik partai nasional maupun partai politik lokal memiliki pola pikir yang sangat pragmatis. 


“Mereka tidak mau melihat apa yang dibutuhkan oleh Aceh tetapi mereka lebih melihat apa yang bisa diambil manfaatnya dari Aceh”, tandasnya.


Semestinya kehadiran partai politik lokal di Aceh yang merupakan Amanah daripada MoU Helsinki akan melahirkan karakteristik politik yang berbeda dengan daerah lain di Indonesia. Tetapi partai politik lokal juga seakan-akan tidak bisa lepas daripada kepentingan politik Jakarta sehingga desentralisasi politik yang merupakan cita-cita besar dari lahirnya partai politik lokal tidak terjadi bahkan setiap Keputusan kebijakan politik lokal juga terkesan di remot dari Jakarta. 


Gesekan dan Konflik sosial yang berpeluang terjadi disebabkan oleh pilkada sangat berbahaya bagi keberlangsungan pedamaian Aceh, dan ini perlu diantisipasi sejak dini oleh semua pihak terkait, tentu kita tidak mau menukar perdamaian dengan kontestasi pilkada yang kadangkala kandidat yang terpilih nantinya juga tidak memiliki visi-misi pencapaian yang jelas dan terukur dalam membangun Aceh.


Selama ini Elit-elit lokal baik legislatif maupun eksekutif lebih mementingkan kepentingan pribadi dibandingkan menyelesaikan permasalah yang diahadapi oleh rakyat Aceh, mereka sibuk bagi-bagi dana otonomi khusu (otsus) baik dalam bentuk dana pokir maupun proyek, sehingga dana otsus yang telah dikucurkan puluhan triliun tidak membawa efek signifikan bagi Aceh. 


Secara yuridis Aceh punya banyak keistimewaan yang tertuang dalam MoU Helsinki dan UUPA, tetapi jika pengambil kebijakan di Aceh tidak memiliki komitmen yang serius maka puluhan kali pilkada diselenggarakan tidak akan membawa manfaatnya bagi Aceh, Aceh memerlukan pemimpin yang berkarakter kuat, memiliki kapasitas keilmuan serta punya kemampuan berinteraksi dengan elit nasional maupun internasional, demikian Dr Eka Januar.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.