DPR Kaji Usulan Pemilu Daerah dan Nasional Digelar Terpisah
![]() |
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf bersama anggota KPU RI, Idham Holik saat memberikan keterangan kepada para wartawan, Kamis (21/11/2024). |
Jakarta - Komisi II DPR RI tengah mengkaji usulan untuk memisahkan jadwal pelaksanaan pemilu nasional dan pemilu daerah. Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Yusuf, menilai pelaksanaan pemilu serentak memberatkan penyelenggara yang harus bekerja selama 28 bulan untuk mempersiapkan pemilu nasional hingga pemilu daerah.
"Konsepnya bisa saja menjadi per zonasi, atau pilkada eksekutif dengan legislatif dibedakan, atau pilpres dengan pemilu (pileg nasional) dibedakan. Ini semua masih kajian," kata Dede Yusuf yang disadur dari Antara, Jakarta, pada Kamis, 21 November 2024.
Dede juga menyoroti kesulitan yang dihadapi penjabat (Pj) yang ditugaskan dari pusat ke daerah. Menurutnya, banyak penjabat kesulitan memahami persoalan daerah yang menjadi tanggung jawab mereka.
Pertama karena banyak kepentingan. Kedua, ia melihat banyak pejabat di pusat yang akhirnya kelabakan. Mereka, tambahnya, di satu sisi harus mengurus permasalahan di daerah sembari mengurus permasalahan di pusat. "Mungkin kita perlu evaluasi terkait masalah pilkada serentak ini," jelas Dede.
Komisi II DPR RI, ia menuturkan, tidak akan terburu-buru mengambil keputusan terkait wacana pemisahan pemilu ini. Keputusan politik baru akan diambil setelah menerima kajian dari para akademisi dan pakar.
"Nanti kalau kajian-kajian ini sudah masuk, baru kami mengambil kebijakan politik. Jadi, kami harus benar-benar melihat, apa yang membuat pesta demokrasi milik rakyat ini benar-benar menjadi hak rakyat itu sendiri," ujarnya.
Meskipun begitu, Dede belum memastikan apakah pemisahan pemilu akan dilakukan melalui revisi Undang-Undang Paket Politik menggunakan metode omnibus law atau tidak. "Kami tetap berpikir harus diselesaikan di Komisi II. Karena di Komisi II ini kan urusannya pemerintahan, politik. Jadi, mungkin kami selesaikan dulu," tambahnya.
Dukungan Bawaslu
Usulan pemisahan pemilu juga mendapat dukungan dari Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Bawaslu telah menyampaikan gagasan tersebut kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka.
Komisioner KPU RI, Idham Holik, menyatakan pihaknya menghormati usulan itu. Namun, menurutnya, usulan tersebut lebih tepat disampaikan kepada pembuat undang-undang.
Mereka menghormati pendapat yang disampaikan Bawaslu. Semoga pendapat tersebut, tambah Idham, dapat disampaikan ke pembentuk undang-undang. "Karena tahun 2025 akan ada Prolegnas pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilu," jelasnya.
"Tentunya kami menghormati pendapat yang disampaikan oleh Bawaslu dan semoga pendapat tersebut dapat disampaikan kepada pembentuk undang-undang. Karena [tahun] 2025 akan ada Prolegnas pembahasan rancangan Undang-Undang Pemilu," ujar Idham.
Akan di Kaji Pemerintah
Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya, menyatakan pemerintah juga akan mengevaluasi pelaksanaan Pilkada Serentak 2024. Salah satu poin evaluasi adalah kemungkinan memisahkan jadwal pilkada dari pemilu nasional.
Menyadur tirto.id, Bima Arya menuturkan bahwa "Konsepnya adalah memisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal. Nah, ini kami tangkap dan nanti kami akan diskusikan," dalam seminar di Jakarta Pusat, pada Selasa, 19 Juli 2024 lalu.
Menurutnya, pelaksanaan Pilkada Serentak memiliki tujuan untuk mensinkronisasikan pemerintah pusat dan daerah. Namun, ia menilai model tersebut menimbulkan berbagai tantangan, termasuk dalam pengawasan dan perhatian terhadap isu daerah.
"Pilkada Serentak membuat isu daerah tak lagi menjadi fokus nasional. Akibatnya, banyak gagasan dari daerah yang tak menjadi perhatian karena banyak debat gagasan calon kepala daerah dilakukan secara berbarengan," ujar Bima.
Pemerintah, lanjut Bima, masih mengumpulkan masukan dari partai politik dan organisasi masyarakat sipil untuk merumuskan kebijakan terbaik ke depan.
Tidak ada komentar