Bank Indonesia: Ekonomi Aceh Tumbuh Signifikan Pasca Pandemi COVID-19
![]() |
Kepala Kanwil Bank Indonesia Aceh, Rony Widijarto. (Foto: Ist). |
Ekonomi Aceh menunjukkan pertumbuhan signifikan dalam dua tahun terakhir pasca pandemi COVID-19, dengan inflasi yang terkendali dan gap ekonomi dengan nasional semakin mengecil.
Banda Aceh - Provinsi Aceh mencatatkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam dua tahun terakhir, menunjukkan pemulihan yang kuat pasca pandemi COVID-19.
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Aceh, Rony Widijarto, mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi Aceh meningkat dari 2,2 persen menjadi 4,21 persen secara year-on-year (yoy). Inflasi juga tetap terkendali dalam kisaran yang ditargetkan pemerintah.
“Dalam dua tahun terakhir ini, Aceh bisa meningkatkan pertumbuhan ekonominya cukup signifikan dari 2,2 persen ke 4,21 persen (yoy), inflasinya juga terjaga,” ujar Rony dalam acara High Level Meeting bertajuk "Memperkuat Sinergi Pengendalian Inflasi Pangan Melalui Replikasi Model Bisnis Peningkatan Produksi dan Hilirisasi Komoditas Pangan" di Banda Aceh, Selasa, 31 Desember 2024.
Sebelum pandemi, gap pertumbuhan ekonomi antara Aceh dan nasional mencapai tiga persen. Namun, pasca pandemi, Aceh berhasil memperkecil kesenjangan ini menjadi kurang dari satu persen.
“Gap pertumbuhan ekonomi Aceh dengan nasional bisa sampai tiga persen lebih, namun setelah pandemi itu bahkan kurang dari satu persen,” jelas Rony.
Pemulihan ekonomi Aceh, lanjut Rony, juga dibarengi dengan inflasi yang terjaga. Hingga November 2024, inflasi Aceh tercatat sebesar 1,55 persen, sedikit lebih tinggi dibandingkan 2023 yang sebesar 1,53 persen, tetapi tetap dalam batas sasaran pemerintah yaitu 2,5 persen plus minus 1 persen.
“Artinya, pertumbuhan meningkatnya aktivitas ekonomi itu tidak disertai dengan laju inflasi yang di luar sasaran yang ditargetkan oleh pemerintah,” tambahnya.
Upaya Pengendalian Inflasi
Menghadapi 2025, Bank Indonesia bersama Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus memperkuat sinergi untuk menjaga inflasi, terutama dari sektor volatile food seperti beras, cabai, bawang, dan komoditas lainnya. Rony menekankan pentingnya menjaga hubungan antara petani, UMKM, dan industri untuk memastikan pasokan pangan tetap stabil.
“Jadi supaya pasokannya itu terjaga dan ada kontrak harga. Tadi ada UMKM yang kita dorong untuk menjadi salah satu program TPID karena program itu untuk memastikan produksi akan stabil,” katanya.
Bank Indonesia juga mendorong model bisnis yang fokus pada peningkatan produksi dan hilirisasi komoditas pangan. Hal ini diharapkan dapat membantu menstabilkan pasokan dan menjaga inflasi tetap rendah sambil mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Aceh.
Dengan pencapaian ini, Aceh tidak hanya berhasil pulih dari dampak pandemi tetapi juga menunjukkan potensi besar untuk terus tumbuh dan memberikan kontribusi yang lebih signifikan bagi perekonomian nasional.
Tidak ada komentar