Pentingnya Bersikap Cerdas di Tengah Ketidakpastian Era Pandemi Covid-19

Khaliza Zahara, mahasiswi Jurusan Hukum Tata Negara,
UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Foto: Ist.

Oleh : Khaliza Zahara
 

Mendengar atau membaca kata-kata "ketidakpastian" tentu akan melahirkan berbagai persepsi dari berbagai perspektif mulai dari kalangan masyarakat biasa hingga bagi kalangan masyarakat yang telah menyadari makna terselubung disebaliknya.

Ketidakpastian memiliki arti yang begitu luas. Ada yang mengartikannya sebagai suatu sikap was-was, kehati-hatian atau bahkah ragu terhadap sesuatu, ini menjadi pertanyaan kepada kita semua, masyarakat diragukan atau merasa was-was terhadap apa? 


Ini yang menjadi pertanyaan besar yang timbul dalam diri masyarakat, nah dalam ini berkaitan dengan keberadaan virus Covid-19 yang sampai saat ini sangat membawa dampak negatif bagi keberlangsungan kehidupan sosial masyarakat.

Tetapi tidak hanya dampak negatif yang ditimbulkan ada beberapa orang justru menilai dengan adanya virus ini justru menghadirkan dampak yang dirasanya positif.


Begitu membingungkan, tetapi semua penilaian tentunya akan berbeda tergantung siapa dan bagaimana seseorang memposisikannya. 

Ketika Pemerintah mengeluarkan edaran yang mengatakan bahwa semua aktifitas harus dilakukan di rumah saja, tetapi dalam mengeluarkan suatu edaran aturan tampaknya pemerintah acap kali dinilai kurang tanggap dalam menyiapkan kebijakan dan bahkan dinilai tidak totalitas terhadap penanganan virus Covid-19 ini.

Ini terbukti dari kekeliruan dalam memahami makna UU Nomor 6 tahun 2018 tentang kekarantinaan kesehatan. Ketika akhir Februari lalu Covid-19 semakin menyebar, desakan lockdown muncul, Namun, pemerintah mengambil opsi lain, yakni social distancing dan physical distancing.

Sejatinya, lock down dan social distancing bukanlah istilah yang dipakai di peraturan UU No 6 tahun 2018 tersebut, nah disini tampak bahwa muncul ketidakpastian yang akan dirasakan oleh masyarakat terhadap peraturan tersebut.

Padahal berdasarkan UU tersebut, istilah lock down lebih mirip dengan karantina, sedangkan social distancing serupa dengan bahagian kelima undang-undang ini, yakni pembatasan sosial berskala besar atau disingkat PSBB yang beberapa bulan terakhir ini diterapkan oleh wilayah DKI Jakarta dan wilayah sekitarnya.

Sayangnya, social distancing sebagai langkah penanggulangan pandemi Covid-19 lebih mirip dengan kampanye daripada sebuah kebijakan. Pasalnya, tak ada peraturan pemerintah yang secara tegas menerangkan arti dengan terminologi yang mengacu pada UU Nomor 6 tahun 2018.

Bahkan pemerintah sebelum muncul PP soal PSBB ini justru bekerja mirip dengan lembaga masyarakat: mengumumkan informasi dan membagi bantuan, nah dari itulah dapat kita rasakan ada ketidakpastian atau bahkan pemerintah pulalah yang justru was-was dalam mengambil suatu kebijakan untuk mengatur atau bahkan sekedar mengakomodasi masyarakatnya.

Tak ada kesalahan terkait dengan dilakukannya pengumuman informasi Covid-19 dan memberi bantuan, namun dalam hal ini sepatutnya pemerintah harus sadar bahwa pihannyalah penghasil kebijakan yang akan mempertaruhkan masyarakatnya ke arah mana akan dibawa. 


Seharusnya Sejak Awal

Jauh sebelum Covid-19 menyebar antar wilayah dan membawa duka yang begitu besar bagi semua masyarakat, seharusnya pemerintah dengan "Pasti" harus mengambil suatu kebijakan atau secara tegas mengambil opsi Karantina Wilayah.

Bak Nasi suadah jadi Bubur, begitulah pepatah yang seharusnya menjadi lakap atau menjadi julukan terhadap pemerintah kita, sebagaimana tercantum dalam Pasal 53 ayat (2) UU Nomor 6 tahun 2018, Karantina Wilayah dilaksanakan kepada seluruh anggota masyarakat di suatu wilayah apabila dari hasil konfirmasi laboratorium sudah terjadi penyebaran penyakit antar anggota masyarakat.

Dari Pasal ini diketahui, karantina wilayah dilakukan ketika penyakit telah menyebar antar masyarakat. Tujuannya, penyakit ini tak menyebar ke wilayah lain. Berbeda dengan karantina rumah yang dilakukan ketika penyakit hanya terjadi dalam satu rumah (Pasal 50).

Kasus Covid-19 di berbagai daerah rata-rata berasal dari orang yang memiliki riwayat perjalanan ke daerah yang lainnnya yang terdeteksi sudah terjadi penularannya antar masyarakat, maka dari itu sudah semestinya kita harus bersikap dan berperilaku cerdas dalam menghadapi atau menangani segala sesuatu gejala yang terdeteksi, yang akan menjadi perusak keberlangsungan sosial masyarakat serta apalagi membahayakan kesehatan sehingga akhirnya mengakibatkan banyaknya jatuh korban.


Melihat ketidakpastian yang disampaikan terkait UU No. 6 2018 ini dalam penanganan pandemi covid-19 di era sekarang maka tampaklah banyak sektor yang terhambat dengan kelalaian yang disebabkan kebingungan dari pemerintah sebagai penghasil aturan yang seharusnya mampu menampung segala keluh kesah masyarakat.

Pada awal-awal kasus ini terjadi, alih-alih memberikan peringatan kepada masyarakat, pemerintah justru nampaknya mengangap enteng kasus ini bahkan hingga menjadikannya bahan lelucon, dan kini apa yang bisa dirasakan ? begitu disayangkan, kini virus yang sempat menjadi lelucon, telah memakan begitu banyak memakan korban dan menyisakan begitu haru pilu dalam masyarakat. 


Cukup belajar dari kesalahan, karena sesuatu pepetah mengatakan. "Pengalaman adalah Guru Terbesar dalam Kehidupan". Jadikanlah pengalaman ini menjadi pembelajaran yang sangat berharga sehingga akan membawa dampak yang lebih luar biasa kedepannya. dan jangan pernah melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya.

Pemerintah bersama masyarakat teruslah peka terhadap segala sesuatu yang ada disekitar, terlebih terhadap segala sesuatu yang membawa dampak merugikan bagi masyarakat sekitar. Semestinya pula para kalangan akademisi untuk membantu masyarakat agar dapat kian jeli dan teliti terhadap peraturan yang dilahirkan pemerintah.

Apalagi tidak sedikit peraturan pemerintah di Indonesia sekedar hanya untuk menguntungkan segelintir kelompok yang berada dan memihak pada kekuasaan dengan dalih kepentingan rakyat atau masyarakat banyak.

Melalui mendorong kesadaran bersama atas segala persoalan yang dihadapi bangsa dan negara dengan menumbuhkan sikap cerdas dalam segala aspek walau dalam keadaan yang dirundung ketidakpastian di era pandemi covid-19, namun justru sikap sigap, sikap cerdas dan jeli justu akan mengantarkan kita dan orang banyak untuk mengetahui hakikat hidup sebenarnya.


*Penulis adalah Mahasiswi Hukum Tata Negara UINAR Banda Aceh.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.