Sawit Rakyat Tak Terurus, Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh Minta Diganti



Foto : Antara


Banda Aceh – Sawit Rakyat tidak terurus, sudah saatnya Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh digantit, tulis Abdullah Yunus, Aktifis Rawa Tripa Institute (RTI ) di Darul Makmur, Nagan Raya, melalui pers rilis yang dikirimkan kepada koranaceh.net, Rabu, 9 Juli 2020 lalu.

Kadis Pertanian dan Perkebunan Aceh sudah layak diganti karena dinilai gagal mensejahterakan petani sawit di Aceh melalui penerapan dan pelaksanaan regulasi di sektor perkebunan kelapa sawit, tambah Abdullah Yunus.

Mantan Anggota DPRK Nagan Raya itu, lebih lanjut mengatakan  seharusnya Pergub tentang TBS di Aceh sebagai tindak lanjut dari Permentan  sudah ada guna melindungi petani sawit dari permainan harga TBS Rakyat, katanya.

Kepala Dinas mestinya juga mendorong kepatuhan pengusaha perkebunan sawit supaya menjalankan  kewajiban membangun kebun Plasma bagi rakyat, serta memberikan kesadaran pelaku usaha industri sektor perkebunan kelapa sawit tentang pentingnya ikut berpartisipasi pada program Indonesia sustaineble palm oil ( ISPO ) yang bertujuaun menjadikan industri sawit lebih ramah lingkungan, tambah Abdullah Yunus

“Aceh butuh Kadis Pertanian dan Perkebunan yang cerdas guna melahirkan dan menjalankan regulasi sektor perkebunan,” tandas Abdullah Yunus

Selama ini, sektor perkebunan kelapa sawit seperti tidak terurus dengan baik padahal sektor ini sangat penting guna menggerakkan roda perekonomian Aceh, karena menyerap tenaga kerja yang cukup besar, katanya.

Tak Taat Hukum

Menurut Abdullah Yunus Sektor Perkebunan Aceh selama ini, tidak taat hukum, kewajiban pelaku usaha industri perkebunan membangun plasma yang merupakan amanat pasal 58 ayat 1 UU No 39/2014 tentang perkebunan, hampir semua pengusaha perkebunan sawit di Nagan Raya tidak melaksanakan.

Padahal, tambah Abdulah Yunus Pasal ini jelas mengamanatkan tentang kewajiban perusahaan membangun kebun plasma minimal 20 %  dari total luas  areal kebun yang diusahakan. Tetapi faktanya hampir tidak ada perusahaan yang menjalankan amanat tersebut.

Di sisi lain saya melihat kedepan, Dunia akan lebih sering menagih agar etika lingkungan hidup sektor kelapa sawit diwujudkan secara lebih serius. Menjawab tantangan ini Indonesia sudah sejak 2011 mengusahakan sertifikasi ISPO dan terakhit keluar Permentan 11/2015 tentang sistem kelapa sawit berkelanjutan Indonesia  serta Perpres 44/2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkeklanjutan Indonesia. 

Guna menghindari tuduhan industri kelapa sawit Aceh tidak ramah lingkungan karena minimnya peserta ISPO saya rasa Plt.Gubenur Aceh harus mulai melirik Kadis Pertanian dan Perkebunan yang baru agar dunia perkebunan Aceh berjalan ke arah yang benar tutup rilis tersebut.

Semetara Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh, A. Hanan, SP, MM yang dihubungi di kantornya, Kamis 10 Juli 2020, belum bersedia memberi keterangan tentang keluhan petani sawit di Aceh, khususnya tentang tidak adanya Pergub TBS di Aceh.

“Bapak sibuk rapat,” kata seorang staf di kantor Lampineung itu. Kepala Dinas yang sempat viral dan mendapat banyak hujatan netizen dimedia sosial menyangkut ‘bibit padi Tgk. Munirwan’ itu juga tidak membalas konfirmasi melalui WhatsApp.[Agus Budiarsa]


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.