Kredibilitas Danantara Diuji, Penunjukan Pemimpin Jadi Sorotan
![]() |
Kantor Badan Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) di Jl. RP. Soeroso, Menteng, Jakarta. (Foto: Antara). |
Kredibilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan diuji dengan penunjukan pemimpin yang tepat. Jika dipegang oleh figur non-profesional atau berafiliasi politik, dampaknya bisa merugikan pasar investasi dan nilai tukar rupiah.
Jakarta ‒ Kredibilitas Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) akan diuji pertama kali melalui sosok yang akan ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai pemimpinnya. Penunjukan ini menjadi krusial karena akan menentukan arah investasi yang dikelola Danantara serta dampaknya terhadap stabilitas pasar keuangan nasional.
Badan investasi yang dijadwalkan resmi diluncurkan pada Senin, 24 Februari 2025 ini akan fokus pada proyek energi baru terbarukan (EBT), manufaktur canggih, industri hilir, hingga produksi pangan. Namun, muncul kekhawatiran jika pemimpin yang ditunjuk bukan dari kalangan profesional atau memiliki afiliasi politik, maka kepercayaan investor bisa terganggu.
Baca Juga:
Danantara Resmi Diluncurkan 24 Februari, Siap Kelola Investasi Besar
Indonesia
Menyadur kontan.co.id, Andry Satrio Nugroho, Kepala Center of Industry, Trade, and Investment Institute For Development of Economics and Finance (Indef), menyoroti potensi dampak negatif jika Danantara dipimpin oleh figur yang tidak memiliki keahlian di bidang investasi atau yang terafiliasi dengan kepentingan politik.
Jika kondisi seperti itu terjadi, kata dia, justru bisa memicu aliran modal keluar (capital outflow) dari pasar saham dan obligasi negara. "Akan terjadi capital outflow di Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Aliran keluar dana asing juga pasar Surat Berharga Negara (SBN), sehingga semakin memperkecil kepemilikan asing pada instrumen investasi ini," ujarnya seperti dikutip koranaceh.net, pada Sabtu, 22 Februari 2025.
Dampak lainnya adalah koreksi nilai saham perusahaan BUMN yang berada di bawah kendali Danantara. Terdapat tujuh perusahaan BUMN yang akan dikelola oleh badan investasi ini, yakni PT Bank Mandiri Tbk (BMRI), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT PLN Persero, PT Pertamina Persero, PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI), PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM), dan holding pertambangan PT Mineral Industri Indonesia Persero (Mind Id).
Menurut Andry, saham Himpunan Bank Negara (Himbara) diprediksi akan mengalami dampak paling besar dari ketidakpastian ini. Selain itu, penunjukan pemimpin yang tidak kredibel juga bisa melemahkan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Baca Juga:
Danantara yang Kebal Hukum?
Saat ini, rupiah berada di level Rp16.313 per dolar AS pada akhir perdagangan Jumat, 21 Februari 2025, menguat 0,15 persen dari sehari sebelumnya. Namun, dalam sepekan terakhir, rupiah masih mengalami pelemahan 0,38 persen. Jika kondisi ketidakpastian terus berlanjut, nilai tukar rupiah bisa terus tertekan.
"Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS bisa menuju Rp16.500, bahkan akan terus melemah hingga akhir tahun," ujarnya. Situasi ini, tambahnya, akan semakin menyulitkan Danantara dalam memperoleh pendanaan dan kepercayaan dari investor asing.
Untuk itu, Andry menegaskan pemimpin Danantara haruslah seorang profesional yang memiliki rekam jejak teruji dalam pengelolaan dana investasi dan bisnis korporasi.
"Saya melihat bahwa jika mereka yang mengelola ini justru punya afiliasi politik, merupakan keluarga dari pejabat publik, pimpinan kementerian saat ini, maka sudah dipastikan bahwa moral hazard terjadi dan akuntabilitas badan ini akan semakin dipertanyakan," tutupnya.
Keputusan Presiden Prabowo dalam memilih pemimpin Danantara akan menjadi ujian awal bagi kredibilitas badan investasi ini. Jika sosok yang ditunjuk mampu memberikan kepercayaan kepada pasar, Danantara berpotensi menjadi instrumen investasi strategis bagi Indonesia. Namun, jika sebaliknya, badan ini justru bisa menjadi sumber ketidakstabilan baru dalam perekonomian nasional.[]
Tidak ada komentar