Bertemu Penasihat DWP, Ketua Dekranasda Aceh Minta Dukungan Konkret bagi UMKM dan Ekraf Aceh

Ketua Dekranasda Aceh, Marlina Muzakir (tengah) beserta rombongan dalam pertemuan dengan Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (DWP Kemenparekraf), Adinda Yuanita Harsya (kedua dari kiri) di aula Kemenkraf, Gedung Film Pesona Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025). (Foto: HO-Pemerintah Aceh).
Ketua Dekranasda Aceh, Marlina Muzakir (tengah) beserta rombongan dalam pertemuan dengan Penasehat Dharma Wanita Persatuan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (DWP Kemenparekraf), Adinda Yuanita Harsya (kedua dari kiri) di aula Kemenkraf, Gedung Film Pesona Indonesia, Jakarta Selatan, Senin (14/4/2025). (Foto: HO-Pemerintah Aceh).

Ketua Dekranasda Aceh minta dukungan pusat untuk UMKM dan ekraf lokal. Ajak sinergi dan dorong ekspansi produk Aceh ke pasar global.

koranaceh.net Ketua Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Aceh, Marlina Muzakir, mendorong penguatan sinergi lintas sektor guna mendukung pengembangan UMKM dan industri kreatif Aceh.

Hal ini disampaikannya dalam pertemuan bersama Penasehat Dharma Wanita Persatuan (DWP) Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf), Adinda Yuanita Harsya, di Gedung Film Pesona Indonesia, Jakarta Selatan, Senin, 14 April 2025.

Baca Juga :
Pemko Banda Aceh Bakal Terapkan Tapping Box, DPRK Minta Fokus ke Usaha Menengah dan Besar

Pertemuan ini turut dihadiri Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Aceh, Mohd. Tanwir, dan menjadi ajang diskusi strategis seputar tantangan dan potensi sektor ekonomi kreatif Aceh ke depan. Marlina menekankan perlunya dukungan konkret, mulai dari pembinaan manajemen hingga akses pemasaran.

“Kami sangat berharap ada sinergi lintas sektor dalam memperkuat pembinaan terhadap manajemen UMKM, karena banyak dari mereka yang memiliki kreativitas luar biasa, namun terkendala dalam hal pembiayaan dan pemasaran,” ujar Marlina.

Ia mengungkapkan bahwa kendala terbesar yang dihadapi pelaku UMKM adalah keterbatasan modal untuk memproduksi ulang barang, terutama saat mengikuti pameran atau menitipkan produk ke luar daerah. “Seringkali mereka tidak bisa menitipkan barang ke luar daerah karena tidak memiliki modal cukup untuk memproduksi ulang jika barangnya belum laku,” katanya.

Untuk mengatasi hal ini, Marlina mendorong penggunaan pendekatan storytelling dalam memasarkan produk lokal, agar memiliki daya tarik yang kuat di pasar modern.

Baca Juga :
Ekspor Langsung Minyak Nilam ke Prancis, Wali Kota Banda Aceh: Ini Momentum Kebangkitan Industri Atsiri Aceh

“Produk-produk lokal kita harus dibalut dengan cerita yang kuat, yang bisa menyentuh pasar modern. Seperti kopi luar atau kopi fermentasi, misalnya, yang bukan sekadar tren tapi juga punya nilai cerita,” ucapnya. Ia bahkan menyebutkan konsep unik seperti kopi gajah di Thailand sebagai contoh adaptasi kreatif yang bisa diterapkan.

Dalam diskusi tersebut, sempat pula dibahas branding produk fermentasi pala “birpala” yang menimbulkan perdebatan karena namanya yang menyerupai minuman keras.

Marlina menegaskan bahwa produk ini mengandung nilai kesehatan dan proses fermentasi alami yang justru perlu diluruskan pemahamannya. “Kalau kita bicara alkohol, kopi juga punya alkohol. Tapi selama prosesnya tidak untuk memabukkan dan justru menyehatkan, maka pemahamannya perlu diluruskan,” jelasnya.

Ia juga mendorong pembentukan ruang-ruang distribusi kreatif seperti “Pojok Kreatif” di warung atau pusat-pusat UMKM. Inisiatif ini memungkinkan pelaku usaha menitipkan produk tanpa harus menyewa kios sendiri. “Yang penting ada wadah titipan. Kalau produknya laku, pelaku UMKM akan terpacu untuk terus berinovasi,” katanya.

Baca Juga :
Plt Sekda Aceh Ajak BUMN Perluas Usaha untuk Kurangi Pengangguran di Aceh

Menanggapi aspirasi tersebut, Penasehat DWP Kemenparekraf Adinda Yuanita menyampaikan dukungan penuh terhadap pengembangan ekonomi kreatif Aceh. Ia juga menawarkan agar Aceh menjadi tuan rumah kegiatan Dekranasda tingkat nasional.

Tak hanya itu, Adinda mendorong pembentukan kelembagaan ekonomi kreatif yang lebih solid di Aceh. “Badan Ekraf Aceh perlu dipersiapkan sebagai dinas tersendiri agar memiliki kapasitas yang lebih kuat dalam menjalankan program-program strategis dan kolaboratif,” ujarnya.

Menutup pertemuan, Marlina dan Kadis Perindustrian dan Perdagangan Aceh menegaskan pentingnya dukungan pusat dan kolaborasi dengan diaspora Aceh di luar negeri, seperti jaringan kedai runcit di Malaysia, untuk memperluas jangkauan produk kreatif Aceh ke pasar global. [*]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.