Efisiensi Anggaran 2025: Pemerintah Targetkan Penghematan Rp 306 Triliun, Prioritas Tetap pada Layanan Publik
Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan kebijakan ini tidak akan mempengaruhi bantuan sosial maupun layanan publik.
Jakarta – Pemerintah Indonesia tengah melakukan efisiensi anggaran besar-besaran pada tahun 2025 dengan target penghematan mencapai Rp 306,69 triliun. Langkah ini dilakukan sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Baca Juga:
Sesalkan Pemotongan Dana Otsus Aceh, Gepim Minta Pemerintah Pusat Hargai
UUPA dan Kekhususan Aceh
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut efisiensi ini menjadi acuan dalam penyusunan APBN 2026, menciptakan budaya baru dalam tata kelola anggaran kementerian dan lembaga (K/L). “Kami juga menyetujui dari exercise K/L 2025 akan jadi baseline, menciptakan budaya baru efisiensi di K/L. Sehingga hasil dari (efisiensi) 2025 akan digunakan untuk penyusunan 2026,” ujar Sri Mulyani dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI pada Kamis, 13 Februari 2025.
Sri Mulyani memastikan bahwa efisiensi ini tidak akan berdampak pada program yang langsung menyentuh masyarakat, seperti bantuan sosial (bansos). “Untuk berbagai belanja bansos tidak dikurangkan sama sekali, jadi termasuk program yang melayani masyarakat bansos, sudah sangat eksplisit tidak dipengaruhi,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penghematan ini mencakup pemangkasan belanja birokrasi yang semula dianggarkan Rp 2,34 triliun menjadi Rp 967,38 miliar. Anggaran untuk alat tulis kantor (ATK) juga dipangkas dari Rp 213 miliar menjadi Rp 42,2 miliar, sementara dana untuk seremonial berkurang dari Rp 7,8 miliar menjadi Rp 3,32 miliar.
Beberapa sektor lain yang mengalami pengurangan anggaran antara lain rapat dan seminar (dari Rp 289,5 miliar menjadi Rp 58,2 miliar), diklat dan bimbingan teknis (dari Rp 24,74 miliar menjadi Rp 4,08 miliar), serta perjalanan dinas yang turun dari Rp 1,52 triliun menjadi Rp 789,77 miliar.
Baca Juga:
Pembangunan IKN 2025 Belum Berjalan, Pemerintah Diminta Alihkan
Pendanaan
Kepala Kantor Komunikasi Presiden (Presidential Communication Office/PCO) Hasan Nasbi menegaskan bahwa pemangkasan ini difokuskan pada pengurangan belanja yang dianggap kurang produktif. “Banyak informasi seolah efisiensi dilakukan kepada kebutuhan dasar pegawai atau layanan publik. Padahal, yang jelas merupakan 'lemak' itu seperti seremonial kantor hingga seminar luar negeri,” ujarnya dalam pernyataan tertulis yang dikutip koranaceh.net, Kamis, 13 Februari 2025.
Hasan juga menyebut bahwa perjalanan dinas pemerintah yang sebelumnya menghabiskan anggaran sekitar Rp 44 triliun per tahun kini dipangkas hingga setengahnya. “Sederhananya, setiap alokasi anggaran yang tidak efisien akan dialihkan kepada alokasi program yang lebih produktif,” tambahnya.
Meski kebijakan ini dinilai positif, para pakar mengingatkan agar pemerintah mempertimbangkan kemampuan daerah dalam menerapkan efisiensi anggaran. Pakar kebijakan publik dari Universitas Andalas, Aidinil Zetra, menekankan pentingnya melihat kondisi spesifik setiap daerah agar tidak terjadi ketimpangan pembangunan. “Pemerintah pusat maupun provinsi harus melihat daerah dengan otonomi asimetris dalam arti setiap daerah memiliki kemampuan yang berbeda-beda,” katanya, dikutip dari Antara pada Rabu, 12 Februari 2025.
Sementara itu, ekonom senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Mohamad Fadhil Hasan, menilai kebijakan efisiensi ini tidak mengubah total postur belanja APBN 2025, tetapi hanya menggeser anggaran dari program kementerian dan lembaga ke sektor prioritas. “Yang ada sekarang itu adalah shifting dari program kementerian dan lembaga yang misalnya alat tulis, perjalanan dinas, kajian, seminar, itu digeser untuk program makan bergizi gratis dan pendidikan, tapi total APBN kan tetap,” ujar Fadhil pada Rabu, 5 Februari 2025.
Menurutnya, langkah pemangkasan anggaran ini justru lebih produktif secara makro karena mengarahkan anggaran ke sektor yang lebih bermanfaat bagi masyarakat. Dengan efisiensi ini, pemerintah berharap APBN lebih optimal dalam mendukung program prioritas, terutama yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi.[]
Tidak ada komentar