Kepentingan Politik

Ilustrasi. (Foto: Ist).
Ilustrasi. (Foto: Ist).

Hamdan Budiman
*Pemred Koran Aceh

Tersebab tinta yang tak berjejak, percakapan politik pun bergemuruh.

koranaceh.net Kepentingan politik merupakan suatu istilah yang merujuk pada aspirasi, tujuan, atau kebutuhan yang ingin dicapai oleh individu, kelompok, atau institusi dalam proses politik.

Kepentingan ini dapat berupa keinginan untuk mendapatkan pengaruh, kekuasaan, atau sumber daya, serta berkontribusi dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.

Baca Juga:
Ketua MPU Aceh Ajak Jaga Persatuan dan Hindari Kegaduhan di Tengah Polemik Politik

Dalam konteks penunjukan  Alhudri sebagai Pelaksana Tugas Sekretaris Daerah Aceh yang sempat ramai dimedia online, apalagi di medsos, setelah Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli, menilai ada kejanggalan, diantaranya karena tidak ada paraf pejabat.

Padahal dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2023 Tentang Tata Naskah Dinas di Lingkungan Pemerintah Daerah;  Pasal 39 ayat (3) Naskah Dinas yang konsepnya dibuat oleh pejabat dibawah pejabat penandatangan, terlebih dahulu diparaf sebelum ditandatangani, ayat (4) Naskah Dinas yang konsepnya dibuat oleh pejabat yang akan menandatangani Naskah Dinas tersebut tidak memerlukan paraf.

Ada pihak menilai ribut-ribut soal SK yang tak ada parafnya ini, menambah dinamika politik di Aceh, terutama hubungan antara Partai Aceh dan Gerindra, setelah saling tanggap antara pro dan kontra dari berbagai pihak, terutama dari internal kedua partai politik itu.

Sebelumnya, hubungan antara kedua partai ini dinilai telah mengalami pasang surut, terutama setelah pergantian pengurus inti DPD Partai Gerindra Aceh pada Desember 2022.

Peran Media

Salah satu tantangan terbesar dari keberadaan media online dan media sosial adalah kemampuannya untuk menyebarkan informasi dengan cepat—baik yang benar maupun yang salah.

Dalam konteks pengangkatan Alhudri, beritanya menjadi viral diberbagai platform media sosial, karena Algoritma yang digunakan oleh platform media sosial dirancang untuk mempromosikan konten yang menarik dan mendapatkan keterlibatan tinggi, sehingga informasi yang sensasional atau provokatif berpotensi menyebar secara viral. 

Hal ini memberikan ruang bagi penyebaran disinformasi, fake news, dan propaganda yang dapat mempengaruhi persepsi publik dan keputusan politik.

Baca Juga:
Polemik Pengangkatan Plt Sekda Aceh: Meritokrasi Dipertanyakan, Cacat Prosedur atau Sah Secara Hukum?

Misalnya, pengangkatan Plt Sekda Aceh yang sebenarnya tidak ada persoalan kalau mengacu pada aturan, atau katakanlah masalah administrasi negara yang sewaktu-waktu dapat dikoreksi telah bergeser menjadi persoalan lain yang lebih luas seperti komunikasi, kepentingan dan etika politik.

Masyarakat, yang tidak sepenuhnya memiliki kemampuan untuk membedakan antara informasi yang valid dan tidak, dapat dengan mudah terombang-ambing oleh informasi yang salah ini. Ini tentunya merupakan ancaman serius bagi integritas proses demokrasi dan kesehatan publik.

Lebih jauh lagi, media sosial berkontribusi terhadap polarisasi politik di masyarakat. Ketika pengguna terpapar informasi atau sudut pandang yang sejalan dengan pandangan mereka sendiri, kecenderungan untuk mengabaikan atau menyerang informasi yang berbeda menjadi lebih besar. 

Fenomena ini dikenal sebagai "echo chamber", di mana individu hanya berinteraksi dan terpapar pada konten yang memperkuat keyakinan mereka, sehingga mengurangi ruang untuk dialog yang konstruktif dan berujung pada peningkatan ketegangan sosial dan polarisasi politik.

Baca Juga:
Indonesia Gelap

Polarisasi ini dapat menciptakan lingkungan di mana konsensus sulit dicapai, dan konflik antara kelompok-kelompok dengan pandangan politik yang berbeda menjadi makin terasa. 

Dalam konteks ini, media sosial tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai arena pertempuran ideologis yang berpotensi memecah belah masyarakat.

Dalam situasi seperti ini, diperlukan kejernihan dan transparansi dalam pengambilan keputusan. Pemerintah Aceh juga harus menjelaskan secara jelas dan transparan tentang proses penunjukan Alhudri sebagai Plt Sekda Aceh dan mengklarifikasi tudingan Zulfadhli.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.