Agresivitas Para Keuchik Mengurus Perpanjangan Masa Jabatan

Ilustrasi kepala desa. (Foto: Ist).

Hamdan Budiman
*Pemred Koran Aceh

Jika kepemimpinan adalah estafet, maka perjalanan harus terus berlanjut. Sebab amanah bukan untuk digenggam erat, tetapi untuk diteruskan kepada mereka yang lebih siap.

koranaceh.net – Siang itu, Kamis enam Maret 2025, Fadhlullah SE, baru beberapa hari berkantor, setelah Wakil Gubernur Aceh yang dilantik 12 Februari 2025 itu, mengikuti latihan ‘baris-berbaris’ di Magelang Jawa Tengah, apa yang sering disebutkan dengan nama Lembah Tidar.

Bisa jadi dengan agak berat hati, Pak Wagub dıdampingi Plt Sekda Aceh Alhudri menerima audiensi sejumlah Ketua DPC Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) kabupaten/kota di Aceh, di ruang kerjanya.

Baca Juga:
Terima Audiensi DPC APDESI, Wagub Aceh Nyatakan Siap Perjuangkan Aspirasi Para Keuchik

Buktinya para Keuchik Gampong yang datang darı berbagai kebupaten di Aceh itu, bahkan darı Kepulauan Simeulu yang menjadi juru bicara, terlihat kurang bahagia begitu keluar dari ruang rapat wakil gubernur Aceh yang sejuk ber-AC.

Bisa jadi muka mereka cemberut karena siang bulan puasa yang memang agak panas, tapi yang sangat mungkin mereka kecewa karena mendapat jawaban belum memuaskan tentang kepastian perpanjangan masa jabatan mereka menjadi delapan tahun.

Kecuali cemberut, sebagiannya terlihat agresif menyampaikan hasrat jabatan mereka diperpanjang. “Kami bukan gila jabatan, seperti sering diplintir wartawan” celetuk salah satu Keuchik dari Barsela, seraya menambahkan mereka hanya meminta Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa pada Pasal 39 ayat (1) yang mengatur masa jabatan kepala desa adalah 8 tahun dapat diberlakukan di Aceh. 

Meskipun Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, menyatakan siap memperjuangkan aspirasi para kepala desa itu, tapi semua tahu, pemberlakuan regulasi tersebut di Aceh terbentur dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang juga mengatur tentang pemerintahan Gampong.

"Yang terpenting kita mengacu pada hukum, karena panglima tertinggi di negara ini adalah hukum," kata Fadhlullah. 

Ia berharap para Keuchik dapat bersabar sembari pihaknya mencarikan solusi.

Selain itu, Fadhlullah menegaskan jika kepemimpinannya bersama Muzakir Manaf selalu berpihak kepada masyarakat kecil. Pihaknya juga akan melawan para oligarki di Aceh yang membuat susah masyarakat.

"Kita hadir bukan mempersulit, tapi untuk mempermudah masyarakat," kata Fadhlullah.

Baca Juga:
Kepentingan Politik

Dalam beberapa waktu terakhir, Aceh telah menjadi saksi dinamika politik lokal yang melibatkan para Keuchik (Kepala Desa) yang secara agresif memperjuangkan perpanjangan masa jabatan mereka menjadi delapan tahun. 

Aksi ini tidak hanya menarik perhatian media, tetapi juga memicu berbagai perdebatan di kalangan masyarakat.

Agresivitas Para Keuchik yang tergabung dalam APDESI melobi perpanjangan masa jabatan kepada pemerintah Aceh yang baru seumur jagung adalah bentuk ketidakpatuhan kepada UUPA.

Mereka tahu UUPA punya asas lex specialis derogat legi generali. Ini adalah asas hukum yang menyatakan bahwa hukum khusus menggantikan hukum umum. Tapi mereka seperti tidak mau tahu. Entah mandat dari siapa mereka berjuang guna memperpanjang jabatan sendiri.

Baca Juga:
SBY: Penyalahgunaan Kekuasaan adalah Dosa Terbesar dalam Politik

Tindakan agresif para Keuchik ini tidak luput dari kritik, terutama dari kalangan yang khawatir bahwa perpanjangan masa jabatan akan memberi celah penyalahgunaan kekuasaan dan semakin memperkuat dominasi mereka dalam struktur pemerintahan desa.

Banyak pihak menyuarakan bahwa dengan masa jabatan yang lebih lama, kesempatan bagi generasi baru untuk menjadi Keuchik akan semakin terbatas. Hingga akhirnya menghambat munculnya inovasi dan revitalisasi pemerintahan desa.

Kekuasaan yang dipegang oleh para Keuchik seharusnya diorientasikan untuk kepentingan masyarakat luas, bukan untuk kepentingan pribadi atau kelompok tertentu.

Diperlukan evaluasi yang menyeluruh mengenai dampak dari perpanjangan masa jabatan ini. Pemerintah Aceh harus mengambil langkah-langkah untuk memahami perspektif dan kebutuhan masyarakat sebelum membuat keputusan yang berpotensi kontroversial.

Baca Juga:
Wakil Ketua Komisi I DPRA Minta ASN Tak Mencalonkan Diri Jadi Keuchik Guna Regenerasi Kepemimpinan Desa

Agresivitas para Keucik di Aceh dalam perjuangan untuk perpanjangan masa jabatan menjadi 8 tahun mencerminkan dilema antara kebutuhan akan stabilitas dan kekhawatiran mengenai konsentrasi kekuasaan.

Sebagai langkah maju, penting bagi semua pihak untuk terlibat dalam dialog konstruktif yang mencakup suara masyarakat dan memastikan bahwa setiap keputusan yang diambil benar-benar mencerminkan kepentingan publik. 

Hanya dengan cara ini, kita dapat mencapai keseimbangan antara keberlanjutan pembangunan dan demokrasi yang inklusif di Aceh sesuai dengan UUPA.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.