Amal Hasan: Kisruh Bank Aceh Tak Perlu Terjadi Jika Semua Taat Azas
![]() |
Ketua Umum PP IKA USK dan Mantan Direktur Bank Aceh, Amal Hasan. (Foto: Dok. Koran Aceh). |
Amal Hasan menilai kisruh Bank Aceh tak perlu terjadi jika semua pihak taat azas. Ia mengingatkan bahwa BAS harus dikelola secara profesional.
koranaceh.net – Mantan Direktur Bank Aceh, Amal Hasan, menilai polemik yang terjadi di Bank Aceh Syariah (BAS) belakangan ini tidak perlu terjadi jika semua pihak menaati prinsip tata kelola yang benar.
Ia mengingatkan bahwa BAS adalah lembaga keuangan yang harus dikelola dengan profesional, bukan sekadar alat politik bagi pemegang saham pengendali.
Baca Juga :
Penunjukan Plt Direktur Utama Bank Aceh Masih Dikaji, Manajemen Pastikan
Patuh Regulasi
Menurut Amal, gonjang-ganjing yang muncul akibat bongkar pasang direksi Bank Aceh telah menimbulkan spekulasi di tengah masyarakat. Isu ini mendapat perhatian luas dari berbagai pihak, termasuk pengamat ekonomi dan perbankan, akademisi, LSM, mahasiswa, hingga pemerhati kebijakan publik.
"Semua pihak harus berhati-hati, ini lembaga keuangan yang tata kelola dan regulasinya diatur dengan sangat ketat," ujar Amal Hasan dalam keterangannya pada Rabu, 26 Maret 2025.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Alumni Universitas Syiah Kuala (PP IKA USK) itu juga mengatakan bahwa Pemerintah Aceh sebagai pemegang saham pengendali (PSP) tidak boleh memperlakukan Bank Aceh seperti Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), yang sepenuhnya berada di bawah kendali pemerintah.
"Apa yang terjadi pada Bank Aceh belakangan ini di antaranya akibat kebijakan yang keliru dari pemangku kepentingan, tidak mengikuti prosedur, semua dilakukan tanpa memperhatikan akar masalahnya dan potensi efek risiko yang terjadi pada bank," jelasnya.
Menurutnya Amal, kebijakan bongkar pasang manajemen yang dilakukan secara serampangan telah mengganggu tata kelola Bank Aceh. Hal ini berdampak langsung pada struktur pemerintahan yang akhirnya merembet pada permasalahan Good Corporate Governance (GCG) dan menghambat aktivitas operasional bank.
Ia juga mengkritik pendekatan yang digunakan pemerintah dalam mengambil kebijakan terhadap BAS. Pemerintah Aceh, tutur Amal, seolah tidak mendapatkan informasi yang utuh mengenai permasalahan yang sebenarnya terjadi. Alhasil, kebijakan yang diambil lebih menonjolkan ego kekuasaan.
Baca Juga :
Fadhil Ilyas Ditunjuk Kembali Sebagai Plt Direktur Utama Bank Aceh Dalam
RUPSLB
"Pemerintah Aceh selaku pemegang saham sepertinya tidak mendapatkan informasi yang utuh tentang permasalahan yang terjadi di BAS. Sehingga kebijakan yang diambil cenderung menonjolkan ego kekuasaan secara full power, karena merasa sebagai pemilik bank secara absolut. Padahal kepemilikan yang dimaksud adalah dalam konteks representasi ex-officio selama masa jabatan. Sejatinya BAS itu adalah milik rakyat Aceh," tegasnya.
Sebagai salah satu sosok yang terlibat dalam proses konversi Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah, Amal Hasan mengaku miris melihat dinamika yang terjadi. Ia khawatir jika kegaduhan ini terus berlanjut, maka fungsi BAS sebagai agen pembangunan daerah tidak akan optimal.
Untuk mengatasi permasalahan ini, Amal Hasan menyarankan agar Pemerintah Aceh memanfaatkan momentum yang ada guna mengembalikan BAS ke khittah-nya. Ia menekankan pentingnya pemahaman yang mendalam mengenai risiko yang bisa timbul akibat kebijakan politis yang diambil terhadap bank daerah tersebut.
Amal menjelaskan, ada tiga skema yang harus dilakukan secara bersamaan untuk mengatasi polemik di BAS.
Pertama, terkait political will dari pemerintah sebagai pemegang saham (internal dan eksternal); kedua, terkait dengan leadership (internal); dan ketiga, terkait dengan tata kelola (internal dan eksternal).
"Untuk ketiga skema inilah para pemegang saham, terutama PSP, harus mendapatkan informasi yang utuh dari pihak-pihak yang kredibel agar substansi dan akar permasalahan polemik BAS dapat diselesaikan secara baik dan bijak," paparnya.
Baca Juga :
Ketua IKA USK: Berhentilah Memuji Pejabat
Lebih lanjut, Amal Hasan mengatakan polemik ini bukan sekadar soal siapa yang akan mengisi jabatan Direktur Utama, Direksi, atau Komisaris BAS. Figur dalam manajemen, kata dia, akan selalu berganti, namun yang harus dipastikan adalah kelangsungan bisnis bank itu sendiri.
"Orang atau figur tertentu akan datang dan pergi serta dapat berganti setiap waktu, tapi harus diingat dan dipastikan bisnis tidak boleh berhenti," ujarnya.
Ia juga menyoroti peran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator yang akan bersikap hati-hati terhadap segala isu politisasi dalam pengelolaan Bank Aceh. Apalagi, keputusan terkait pengisian posisi strategis di bank harus sesuai dengan regulasi yang ada.
"OJK sebagai pihak yang independen merupakan benteng terakhir dalam proses pemilihan Direksi Bank Aceh. Kita tidak perlu mengajari OJK apalagi mencoba-coba mengintervensi. Biarkan proses berjalan sesuai mekanisme dan prosedur yang telah diatur di dalam ketentuan UU dan POJK serta peraturan-peraturan terkait lainnya," pungkas Amal Hasan. []
Tidak ada komentar