Hasto Kristiyanto Sebut Kasusnya Bermuatan Politik, Minta Hakim Batalkan Dakwaan

Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jum'at (21/3/2025). (Foto: Foto: viva.co.id/M Ali Wafa).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, dalam sidang pembacaan eksepsi atau nota keberatan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jum'at (21/3/2025). (Foto: Foto: viva.co.id/M Ali Wafa).

Hasto Kristiyanto menuding kasus yang menjeratnya sebagai bentuk kriminalisasi hukum bermuatan politik. Ia juga menyoroti pelanggaran HAM dan dugaan intimidasi politik terhadap dirinya.

koranaceh.net Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto, menegaskan bahwa kasus yang menjeratnya sarat muatan politik. Dalam eksepsi atau nota keberatannya, Hasto menyatakan hukum telah digunakan sebagai alat untuk membenarkan kriminalisasi terhadap dirinya.

"Kasus yang menimpa saya ini lebih banyak aspek politik yang menggunakan hukum sebagai alat pembenar yang mengarah pada terjadinya kriminalisasi hukum," ujar Hasto di hadapan majelis hakim dalam sidang yang digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta, pada Jumat, 21 Maret 2025

Baca Juga :
KPK Terus Bidik Pihak Lain Dalam Kasus Harun Masiku

Ia menyoroti posisinya sebagai tokoh politik yang kerap bersikap kritis terhadap pemerintah. Dalam kapasitasnya sebagai Sekretaris Jenderal DPP PDI Perjuangan, ia mengatakan bahwa dirinya memiliki tugas untuk menyampaikan sikap politik terhadap berbagai peristiwa dan dinamika politik nasional serta internasional.

Hal utama yang ia soroti adalah intervensi politik dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 90 Tahun 2023 dan penolakan terhadap penggunaan sumber daya negara serta alat-alat negara dalam Pemilu 2024 yang lalu "telah menimbulkan sikap tidak senang dalam diri penguasa saat itu," kata Hasto.

Tak hanya itu, Hasto mengklaim bahwa dirinya mengalami berbagai bentuk intimidasi sejak Agustus 2023, yang semakin intens setelah Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024. Bahkan, ia mengaku sempat mendapat tekanan dari pihak yang mengaku sebagai utusan pejabat negara.

"Pada periode itu ada utusan yang mengaku dari pejabat negara yang meminta agar saya mundur. Tidak boleh melakukan pemecatan atau saya akan ditersangkakan dan ditangkap," ungkapnya.

Lebih lanjut, Hasto juga menuding Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan proses daur ulang kasus yang telah berkekuatan hukum tetap. Ia menilai hal ini sebagai bentuk ketidakadilan dan pelanggaran asas kepastian hukum.

Dalam eksepsinya, Hasto juga menyoroti dugaan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh KPK. Ia menuding penyidik KPK melakukan operasi 5M (menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan memeriksa tanpa surat panggilan) terhadap Kusnadi, seorang staf DPP PDI Perjuangan.

Baca Juga :
Usai Ditetapkan Sebagai Tersangka oleh KPK, Hasto Kristiyanto: PDIP Kokoh Menjaga Demokrasi dan Supremasi Hukum

"Operasi 5M tersebut dilakukan oleh penyidik KPK Saudara Rossa Purbo Bekti dengan cara menyamar, membohongi, mengintimidasi, merampas, dan menginterograsi selama hampir tiga jam tanpa adanya surat panggilan," paparnya.

Selain itu, Hasto menegaskan bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan keterlibatannya dalam kasus suap yang dituduhkan kepadanya. Ia mengutip kesaksian Saeful Bahri di pengadilan, yang justru membenarkan bahwa Hasto sempat menegurnya karena meminta dana dari Harun Masiku.

Sebagai informasi, Saeful Bahri adalah salah satu tersangka dalam kasus suap Penggantian Antara Waktu (PAW) anggota DPR RI yang dituntut 2,5 tahun penjara ditambah denda Rp150 juta subsider 6 bulan kurungan karena ikut menyuap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017-2022 Wahyu Setiawan sebesar Rp600 juta pada tahun 2020 silam.

"Dalam kesaksian di bawah sumpah di pengadilan Saeful Bahri, justru terungkap bahwa saya melakukan teguran keras terhadap saudara Saiful Bahri ketika mendengar yang bersangkutan meminta dana ke Harun Masiku," ujar Hasto.

Hasto juga mencurigai adanya motif balas dendam dalam penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK. Ia menuding bahwa kasus yang dihadapinya merupakan upaya menekan dirinya dan PDI Perjuangan.

"Penegakan hukum di KPK ada motif balas dendam," katanya yang mengutip pernyataan Prof. Todung Mulya Lubis.

Dalam eksepsi yang dibacakannya, Hasto meminta majelis hakim untuk menerima dan mengabulkan nota keberatannya, serta membatalkan dakwaan jaksa penuntut umum. Ia juga meminta agar barang bukti yang disita dikembalikan dan biaya perkara dibebankan kepada negara.

Baca Juga :
PDIP Kooperatif Hadapi Kasus Hasto Kristiyanto yang Jadi Tersangka KPK

"Kami memohon kepada majelis hakim yang mulia untuk menerima dan mengabulkan eksepsi ini serta menyatakan bahwa dakwaan yang diajukan tidak dapat diterima atau batal demi hukum," tegasnya.

Mengakhiri pembelaannya, Hasto mengutip pernyataan Bung Karno tentang batas kekuasaan seorang pemimpin.

"Jadikanlah deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang presiden sekalipun ada batasnya, karena kekuasaan yang langgeng hanyalah kekuasaan rakyat dan di atas segalanya adalah kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa," pungkasnya. []

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.