BRA Harap Pendidikan Damai Masuk Kampus Usai Luncurkan Buku Dua Dekade Damai Aceh

Buku yang ditulis oleh jurnalis Aceh, Iskandar Norman, ini dibedah oleh lima panelis, antara lain Prof. Kamaruzzaman Bustaman – Ahmad (KBA), Dr. M. Adli Abdullah, Dr. Reza Indria, Dr. Rasyidah M.Ag, serta Muazinah Yakob BA, MPA. (Foto: Ist).  BRA meluncurkan buku "Dua Dekade Damai Aceh" di
Buku yang ditulis oleh jurnalis Aceh, Iskandar Norman, ini dibedah oleh lima panelis, antara lain Prof. Kamaruzzaman Bustaman – Ahmad (KBA), Dr. M. Adli Abdullah, Dr. Reza Indria, Dr. Rasyidah M.Ag, serta Muazinah Yakob BA, MPA. (Foto: Ist).

BRA meluncurkan buku "Dua Dekade Damai Aceh" di UIN Ar-Raniry, harap pendidikan damai masuk kampus. Diskusi fokus pada pentingnya edukasi perdamaian.

koranaceh.net Badan Reintegrasi Aceh (BRA) meluncurkan buku "Dua Dekade Damai Aceh" pada Kamis, 26 Juni 2025, di Aula Teater Museum Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry, Banda Aceh.

Peluncuran ini disertai dengan bedah buku yang menghadirkan sejumlah akademisi dan praktisi, dengan harapan kuat agar pendidikan perdamaian dapat diintegrasikan ke dalam kurikulum perguruan tinggi sebagai upaya merawat perdamaian Aceh yang telah berjalan dua dekade.

Baca Juga :
Marlina Minta Dukungan Kemendikdasmen Tingkatkan Kualitas PAUD di Aceh

Peluncuran dan bedah buku setebal 236 halaman tersebut menjadi momen penting bagi BRA untuk memperkaya literasi publik tentang signifikansi menjaga perdamaian di Aceh.

Kepala BRA, Jamaluddin SH, M.KN, menegaskan alasan pemilihan kampus sebagai lokasi bedah buku.

"Bedah buku sengaja digelar di kampus sebagai upaya untuk memberikan pemahaman kepada mahasiswa tentang pentingnya menjaga dan merawat perdamaian Aceh yang menyeluruh, berkelanjutan dan bermartabat bagi semua," ujarnya.

Jamaluddin juga menekankan dampak destruktif perang terhadap pendidikan dan ekonomi, sembari mengajak mahasiswa untuk memperdalam pemahaman tentang perdamaian sebagai amanah undang-undang dan jalan perjuangan membangun Aceh yang lebih baik.

"Pendidikan merupakan jalan untuk membangun Aceh yang lebih baik," tegasnya.

Hal senada diungkapkan Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry, Prof. Dr. Mursyid Djawas, M.H.I, yang berpesan kepada mahasiswa untuk mengisi perdamaian dengan hal-hal positif.

"Upaya untuk mewujudkan perdamaian Aceh ini sangat melelahkan. Rawat terus perdamaian ini untuk mewujudkan pembangunan Aceh yang berkelanjutan," kata guru besar bidang metodologi hukum Islam tersebut.

Buku yang ditulis oleh jurnalis Aceh, Iskandar Norman, ini dibedah oleh lima panelis, antara lain Prof. Kamaruzzaman Bustaman – Ahmad (KBA), Dr. M. Adli Abdullah, Dr. Reza Indria, Dr. Rasyidah M.Ag, serta Muazinah Yakob BA, MPA.

Baca Juga :
Pokja Bunda PAUD Aceh Dukung Kesetaraan Guru PAUD Non Formal

Para pembahas memberikan perspektif beragam terkait buku tersebut. Prof. Kamaruzzaman Bustaman – Ahmad menyoroti kekayaan narasi damai Aceh yang telah banyak ditulis sejak 2005. Ia bahkan menyarankan UIN Ar-Raniry untuk membuka program doktoral peace education.

"Aceh merupakan laboratorium ilmu sosial. Konflik di Patani bagian selatan Thailand dan Mindanao di Filipina belum usai. Pengalaman Aceh bisa menjadi semacam lesson learned untuk penyelesaian konflik di Asia Tenggara bahkan Timur Tengah," jelasnya.

Di sisi lain, Dr. M. Adli Abdullah melihat buku ini sangat berguna sebagai dokumentasi sejarah perdamaian Aceh, meskipun ia menyarankan perlunya evaluasi terhadap pencapaian selama 20 tahun terakhir.

"20 tahun damai adalah babak, bukan akhir cerita. Buku ini bagian dari sejarah itu sendiri," ungkapnya.

Sementara itu, Dr. Rasyidah M.Ag memuji pendekatan diakronik dalam penulisan buku yang mampu mengilustrasikan proses damai secara kronologis.

"Seolah-olah seperti sebuah film yang hidup, mengambil fokus-fokus tertentu sebagai penekanan. Pendekatan yang diakronik memudah pembaca memahami jalan damai Aceh dari waktu ke waktu secara kronologis," nilainya.

Namun, Dr. Reza Indria berharap adanya kelanjutan penulisan untuk mengisi kekosongan informasi dan mengusulkan agar momentum dua dekade damai ini menjadi acuan pendidikan damai dalam kurikulum pendidikan tinggi, minimal sebagai mata kuliah wajib.

Baca Juga :
SMSI Pusat Temui Mendikdasmen Abdul Mu’ti, Bahas Sinergi Edukasi Jurnalistik di Dunia Pendidikan

"Momentum dua dekade damai ini bisa menjadi acuan pendidikan damai dalam kurikulum pendidikan tinggi. Minimal menjadikannya sebagai mata kuliah wajib di universitas," sarannya.

Terakhir, Muazinah Yakob BA, MPA mengkritik bahwa buku tersebut belum membahas secara komprehensif bagaimana perdamaian diperoleh dan dirawat, serta tata kelola proses damai itu sendiri.

"Buku ini belum membahas dua hal, bagaimana memperoleh damai dan bagaimana merawat damai. Tidak menyebut bagaimana tata kelola proses damai itu sendiri," kritiknya.

Acara bedah buku ini dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk Inspektur Kodam Iskandar Muda Brigjen Yudi Yulistianto MA, Kepala Badan Kesbangpol Aceh, Kepala Sekretariat serta pegawai BRA, para dosen/akademisi UIN Ar-Raniry, serta sejumlah mahasiswa. [*]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.