Muhammadiyah Aceh Dorong Revisi UUPA Perkuat Syariat dan Kemandirian Ekonomi Aceh

Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, A. Malik Musa, SH, M.Hum. (Foto: Dok. Koran Aceh).
Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh, A. Malik Musa, SH, M.Hum. (Foto: Dok. Koran Aceh).

Muhammadiyah mendorong revisi UUPA agar perkuat syariat Islam, pendidikan Islami, serta kemandirian Aceh dalam kelola sumber daya alam secara adil.

koranaceh.net Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Aceh menyatakan dukungannya terhadap upaya revisi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA), dengan menekankan pentingnya penguatan syariat Islam dan kemandirian ekonomi daerah.

Pernyataan ini disampaikan oleh A. Malik Musa, SH, M.Hum, mewakili Muhammadiyah dalam forum Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) yang digelar Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) bersama Pemerintah Aceh, sebagai bagian dari proses penyusunan draf revisi UUPA.

Baca Juga :
Gubernur Aceh Temui Fraksi Gerindra, Bahas Revisi UUPA dan Pengelolaan Aset Daerah

“Karena Aceh telah memilih jalan syariat Islam, maka perubahan UUPA wajib memberikan ruang yang lebih teknis dan operasional terhadap pelaksanaan syariat dalam berbagai sektor kehidupan. Pelibatan Ormas Islam seperti Muhammadiyah dalam forum seperti ini harus menjadi standar dalam setiap proses perumusan kebijakan publik di Aceh,” kata Malik Musa di hadapan forum RDPU.

Ia juga menyoroti perlunya penguatan pengelolaan sumber daya alam oleh pemerintah daerah sebagai hak kekhususan Aceh. Menurutnya, kewenangan dalam sektor pertambangan dan energi harus sepenuhnya dikelola oleh Aceh dengan sistem yang transparan dan akuntabel.

“Jika kita ingin memakmurkan masyarakat dan keluar dari predikat sebagai provinsi termiskin di Sumatera, maka pengelolaan tambang dan sumber daya Aceh tidak bisa lagi diserahkan kepada pihak luar. Ini harus menjadi hak istimewa yang dikelola Aceh sendiri secara transparan dan akuntabel,” ujarnya.

Dalam aspek pendidikan, Malik Musa menekankan pentingnya nilai keislaman sebagai fondasi kurikulum pendidikan di Aceh. Ia mendorong agar lembaga pendidikan berperan aktif dalam membentuk generasi muda yang memahami dan mengamalkan Al-Qur’an.

“Semua lembaga pendidikan di Aceh harus Islami secara nilai dan kultur. Kita harus pastikan tidak ada lagi generasi muda Aceh yang buta huruf Al-Qur’an. Pendidikan Islami bukan sekadar label, tetapi harus nyata dalam kurikulum, pembinaan akhlak, dan literasi keagamaan,” pungkasnya.

Selain isu keagamaan dan sosial, revisi UUPA juga dinilai mendesak mengingat akan berakhirnya masa pemberlakuan Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh pada 2027. Dana tersebut selama ini menjadi tumpuan pembiayaan pembangunan daerah.

Baca Juga :
Gubernur Aceh Dorong Perpanjangan Otsus dan Penegasan Status Blang Padang

Ketua DPRA, Zulfadli, menyatakan bahwa revisi UUPA menjadi jalan untuk menegaskan kembali hak fiskal dan ekonomi Aceh secara mandiri.

“Kami ingin memastikan bahwa perubahan UUPA bukan hanya formalitas hukum, tetapi menjadi instrumen strategis untuk memperkuat masa depan Aceh sebagai daerah yang berdaulat secara kultural, religius, dan ekonomi,” ujarnya.

Draf revisi UUPA yang terdiri dari delapan pasal perubahan dan satu pasal tambahan (Pasal 251A) telah disahkan dalam Sidang Paripurna DPRA pada 21 Mei 2025, dan secara resmi diserahkan ke Badan Legislasi DPR RI pada 24 Juni 2025 di Jakarta.

Pemerintah Aceh dan DPRA menyatakan bahwa keterlibatan unsur masyarakat seperti Muhammadiyah dalam proses RDPU menjadi bagian penting untuk menghasilkan regulasi yang responsif dan inklusif. [*]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.