YLBHI Tolak Revisi UU TNI: Ancaman Kembalinya Dwifungsi ABRI dan Bahaya bagi Demokrasi
![]() |
Ilustrasi. (Foto: ylbhi.or.id). |
YLBHI menolak revisi UU TNI yang dinilai akan menghidupkan kembali dwifungsi ABRI. Di anggap mengancam demokrasi, supremasi sipil, dan hak asasi manusia.
koranaceh.net – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menegaskan penolakannya terhadap revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
YLBHI menyatakan bahwa revisi ini berpotensi menghidupkan kembali praktik dwifungsi ABRI, yang dinilai mengkhianati amanat reformasi, membahayakan demokrasi, dan mengancam hak asasi manusia (HAM).
Baca Juga :
Revisi UU TNI Dinilai Menghidupkan Dwifungsi, Koalisi Masyarakat Sipil
Desak DPR Hentikan Pembahasan
YLBHI menilai revisi UU TNI bertentangan dengan agenda reformasi TNI yang semestinya mendukung TNI sebagai tentara profesional. “DPR RI dan Presiden melalui usulan revisinya justru akan menarik kembali TNI ke dalam peran sosial politik bahkan ekonomi-bisnis, seperti pada era Orde Baru,” tegas YLBHI dalam rilis persnya, Minggu, 16 Maret 2025.
Menurut YLBHI, revisi ini akan mengancam independensi peradilan dan memperkuat impunitas atau kekebalan hukum anggota TNI. “Jika hal ini dibiarkan, akan berdampak serius pada suramnya masa depan demokrasi, tegaknya negara hukum, dan peningkatan eskalasi pelanggaran HAM berat di masa depan,” ujar YLBHI.
YLBHI juga menyoroti penempatan TNI aktif di 13 kementerian strategis, termasuk di bidang transmigrasi, pertanahan, dan politik. Selain itu, TNI aktif juga ditempatkan di Bulog, sementara purnawirawannya mengisi hampir seluruh struktur di Badan Gizi Nasional. Hal ini, menurut YLBHI, tidak sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Lebih lanjut, YLBHI menduga revisi UU TNI adalah upaya panjang untuk mengembalikan dwifungsi ABRI, di mana tentara menjadi aktor politik dan bisnis. “Penambahan komando teritorial adalah inti dari dwifungsi. Sistem ini memungkinkan militer mengakses sumber ekonomi di akar rumput dan mempertahankan peran mereka dalam politik lokal,” tulis YLBHI dalam siaran persnya.
Baca Juga :
Menhan Usulkan Penambahan 5 Jabatan Sipil untuk Prajurit TNI Aktif dalam
Revisi UU TNI
Lembaga yang berdiri sejak 28 Oktober 1970 ini pun mengingatkan bahwa dalam TAP MPR VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI/POLRI, telah disadari kekeliruan masa lalu di mana dwifungsi ABRI menyebabkan terjadinya penyimpangan peran dan fungsi TNI serta menghambat perkembangan demokrasi. “DPR dan Presiden seharusnya tidak membiarkan bangsa ini jatuh ke lubang yang sama,” tegas YLBHI.
Revisi UU TNI juga dinilai dilakukan secara tertutup dan mengabaikan partisipasi publik. “Revisi ini dikebut dan tinggal sejengkal lagi ketok palu. DPR lagi-lagi menunjukkan perannya yang buruk sebagai tukang stempel kebijakan pemerintahan yang korup dan represif,” ujar YLBHI.
Dalam rilisnya, YLBHI menyoroti empat poin bermasalah dalam revisi UU TNI. Pertama, memperpanjang masa pensiun prajurit hingga 62 tahun, yang berpotensi menambah penumpukan perwira non-job dan penempatan ilegal di jabatan sipil.
"Berdasarkan catatan Ombudsman (2020), terdapat 564 komisaris BUMN yang terindikasi rangkap jabatan, 27 di antaranya adalah anggota TNI aktif," terang YLBHI.
Kedua, perluasan jabatan sipil yang dapat diduduki oleh perwira TNI aktif. Presiden Prabowo meminta TNI aktif mengisi jabatan di 15 kementerian dan lembaga, termasuk Kejaksaan Agung dan Mahkamah Agung. Dimana hal ini, menurut YLBHI, mengancam supremasi sipil dan profesionalisme TNI.
Baca Juga :
Retreat Kabinet Merah Putih: Antara Sinergi dan Militerisme
Ketiga, membuka ruang intervensi TNI dalam politik keamanan negara. “Ini adalah ciri khas dwifungsi ABRI di masa Orde Baru,” ujar YLBHI.
Keempat, menghilangkan peran DPR dalam pengambilan keputusan operasi militer selain perang. “Operasi militer selain perang hanya diatur melalui Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden, yang menghilangkan mekanisme check and balances,” jelas YLBHI.
YLBHI mendesak DPR dan Presiden untuk menghentikan pembahasan revisi UU TNI. “Revisi ini tidak sejalan dengan agenda reformasi TNI dan justru akan melegitimasi kembalinya praktik dwifungsi ABRI,” tegas YLBHI.
YLBHI juga mengajak masyarakat Indonesia untuk bersuara lantang menuntut DPR dan Presiden menjaga amanat konstitusi. “Kita harus melanjutkan agenda reformasi TNI yang mangkrak,” pungkas YLBHI. []
Tidak ada komentar