Relawan Mualem-Dek Fadh 02 Semua Suku Minta Pelantikan Mualem-Dek Fadh Sesuai UUPA
|
Jajaran Relawan Mualem-Dek Fadh 02 Semua Suku. (Foto: Koran Aceh). |
Relawan Mualem-Dek Fadh 02 Semua Suku meminta pelantikan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Mualem-Dek Fadh, segera dilakukan sesuai Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) tanpa penundaan.
Banda Aceh – Ketua Relawan Mualem-Dek Fadh 02 Semua Suku, Safwan, meminta pemerintah melantik Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh terpilih, Muzakir Manaf (Mualem) dan Fadhullah (Dek Fadh), sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Menurutnya, regulasi tersebut telah mengatur secara jelas tata cara pelantikan kepala daerah di Aceh. Ia mempertanyakan mengapa gubernur, bupati, dan wali kota yang tidak memiliki sengketa hukum di Mahkamah Konstitusi (MK) belum juga dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden.
Baca Juga:
Kemendagri, DPR, dan KPU Bahas Jadwal Baru Pelantikan Kepala Daerah Senin
Depan
"Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 telah mengatur tata cara dan mekanisme pelantikan gubernur, bupati, dan wali kota di Aceh. Jadi, mengapa kepala daerah yang tidak memiliki sengketa hukum di MK belum juga dilantik?" ujar Safwan kepada koranaceh.net, pada Senin, 3 Februari 2025.
Lebih lanjut, ia menyoroti dampak dari penundaan pelantikan tersebut. Menurutnya, selain mengabaikan kekhususan Aceh yang telah diatur dalam undang-undang, perubahan jadwal ini juga menghambat roda pemerintahan dan pembangunan di Aceh.
Ia pun menggarisbawahi potensi adanya kepentingan politik di balik perubahan jadwal pelantikan kepala daerah ini. Keputusan tersebut, terangnya, terkesan seperti tidak hanya berkaitan dengan perkara hukum di MK saja, tapi juga kental dengan nuansa politis.
"Pergeseran jadwal ini bisa saja memberikan keuntungan politik bagi pihak tertentu. Ada spekulasi bahwa perubahan ini memiliki motif politik, yang bisa memengaruhi dinamika kekuasaan baik di tingkat daerah maupun pusat," tegasnya.
Baca Juga:
Kemendagri Tunda Pelantikan Kepala Daerah hingga 17-20 Februari 2025
Keputusan penundaan ini, kata dia, dapat berimplikasi terhadap keberlangsungan administrasi pemerintahan Aceh. Menurutnya, jika pelantikan terus ditunda, transisi kepemimpinan yang berkepanjangan dapat mengganggu realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2025, yang telah disahkan sejak September 2024.
Ahli Hukum: Pelantikan Kepala Daerah Aceh Harus Sesuai UUPA
Menanggapi perdebatan ini, Dr. Zainal Abidin, S.H., M.Si., M.H., dosen Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala sekaligus ahli hukum kepemiluan, menjelaskan bahwa aturan pelantikan kepala daerah telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2024 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 16 Tahun 2016.
"Perpres Nomor 80 Tahun 2024 telah menetapkan bahwa pelantikan gubernur dan wakil gubernur dilakukan pada 7 Februari 2025, sementara pelantikan bupati/wakil bupati dan wali kota/wakil wali kota pada 10 Februari 2025," kata Zainal saat dihubungi koranaceh.net, Senin, 3 Februari 2025.
Baca Juga:
Mualem-Dek Fadh Bisa Dilantik Setelah 3 Januari Tahun Depan
Meski begitu, tambahnya, pergeseran jadwal pelantikan bisa saja terjadi. "Berdasarkan alasan sebagaimana ditentukan dalam Perpres Nomor 80 Tahun 2024, yakni sebab adanya gugatan Pilkada di MK, Pilkada putaran kedua di DKI dan karena keadaan force majeure," jelasnya.
Dalam konteks hukum, terang Zainal, perubahan jadwal pelantikan kepala daerah secara serentak di tingkat nasional tidak seharusnya berpengaruh pada Aceh. Pasalnya, pelantikan kepala daerah di provinsi ini telah diatur secara khusus dalam UUPA dan Qanun Pilkada Aceh.
"Oleh karena pelantikan kepala daerah di Aceh telah tegas diatur dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh dan Qanun Pilkada Aceh, pelantikannya harus dilakukan dalam rapat paripurna istimewa di DPRA atau DPRK, bukan di ibu kota provinsi atau Istana Negara," jelasnya.
Ia juga menegaskan bahwa Aceh memiliki status sebagai daerah asimetris dalam sistem pemerintahan Indonesia. Karena itu, pelantikan gubernur dan wakil gubernur Aceh tetap harus mengacu pada UU Nomor 11 Tahun 2006 serta Qanun Aceh Nomor 12 Tahun 2016 jo. Qanun Aceh Nomor 7 Tahun 2024.
Baca Juga:
Pelantikan Mualem-Dek Fahd Sebagai Dilema Hukum dan Politik di Aceh
Pelantikan Akan Digabung dengan Hasil Putusan MK
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian telah mengumumkan pelantikan kepala daerah yang sebelumnya dijadwalkan pada 6 Februari 2025 dibatalkan dan digabung dengan kepala daerah yang ditetapkan melalui putusan sela atau dismissal di MK.
"Yang 6 Februari karena disatukan dengan nonsengketa dengan MK, dismissal, maka otomatis yang 6 Februari kita batalkan. Kita secepat mungkin lakukan pelantikan yang lebih besar," ujar Tito dalam keterangan resminya di kantor Kemendagri, Jakarta Pusat, Jumat, 31 Januari 2025 lalu.
Tito menyebut bahwa pihaknya mengusulkan pelantikan kepala daerah dilakukan pada 18, 19, atau 20 Februari 2025. Namun, keputusan akhir tetap berada di tangan Presiden Prabowo Subianto. "Jadi Presiden yang menentukan jadwalnya. Dan saya menyampaikan exercise-nya. Ya kira-kira 18, 19, 20 (Februari) kira-kira gitu. Dan kemudian tanggal yang dipilih beliau yang mana, ya nanti saya masih menunggu," tambahnya.
Baca Juga:
Ketua Mualem Center : Pelantikan Mualem-Dek Fadh Diharapkan Berjalan Sesuai
UUPA
Sementara itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, mengatakan meski pelantikan diundur, pelaksanaannya tetap akan berlangsung pada Februari 2025. “Sedang dihitung oleh pemerintah dan KPU. Kira-kira kalau waktu pelantikannya diputus oleh Mahkamah Konstitusi pada tanggal 4 atau tanggal 5 Februari. Tapi, yang pasti juga di bulan Februari,” ujar Dasco, kepada wartawan di Gedung DPR RI, pada Jumat, 31 Januari 2025, dilansir dari kompas.com.
Ia lalu menambahkan, agenda terbaru pelantikan kepala daerah akan ditentukan lewat konsultasi antara pemerintah, penyelenggara pemilu, dan DPR RI. “Setelah keputusan MK, mungkin kita akan adakan lagi rapat konsultasi antara pemerintah, KPU, Bawaslu, dan DPR. Nanti akan berkirim surat Komisi II kepada pimpinan DPR. Dan rasanya kalau mereka berkirim surat ya pasti kita izinkan,” tukasnya.[]
Tidak ada komentar