Sritex Resmi Berhenti Beroperasi, 12 Ribu Karyawan Terdampak PHK Massal

Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Tengah mencatat 10.965 buruh dan karyawan di empat perusahaan terdampak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) PT. Sritex Tbk setelah diputus pailit oleh Pengadilan Niaga. (Foto: Antara Foto/Mohammad Ayudha).
Buruh dan karyawan mendengarkan pidato dari direksi perusahaan di Pabrik Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) di Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (28/2/2025). (Foto: Antara Foto/Mohammad Ayudha).

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) resmi berhenti beroperasi pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit. Sekitar 12 ribu karyawan kehilangan pekerjaan.

Jakarta ‒ PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), perusahaan tekstil yang berbasis di Sukoharjo, Jawa Tengah, resmi menghentikan seluruh operasionalnya mulai 1 Maret 2025.

Keputusan ini merupakan dampak dari putusan pailit yang dijatuhkan Pengadilan Niaga Semarang pada 21 Oktober 2024, yang kemudian diperkuat oleh Mahkamah Agung pada 18 Desember 2024. Akibatnya, sebanyak 12 ribu karyawan Sritex dan tiga entitas afiliasinya kehilangan pekerjaan.

Baca Juga:
Aceh Siap Antisipasi Dampak Ekonomi, Bahas Persiapan UMP dan PHK 2025

Direktur Utama Sritex, Iwan Kurniawan Lukminto, menyampaikan terima kasih kepada seluruh mantan karyawan yang telah berkontribusi bagi perusahaan sejak berdiri pada 16 Agustus 1966. “Kalau dihitung, para karyawan ini sudah bersama selama 21.382 hari sejak Sritex berdiri,” ujarnya di Semarang, pada Jumat, 28 Februari 2025, seperti dilansir dari Antara.

Sebanyak 8.000 karyawan di Kabupaten Sukoharjo menjadi bagian terbesar dari pekerja yang terdampak PHK. Secara keseluruhan, 12 ribu karyawan Sritex dan tiga anak usahanya, yakni PT Sinar Pantja Djaja, PT Bitratex Industries, dan PT Primayudha Mandirijaya, turut merasakan imbas kepailitan ini. "Kami berduka, namun kami harus terus memberi semangat," lanjut Iwan.

Hak Karyawan Diklaim Jadi Prioritas

Manajemen Sritex menegaskan akan bersikap kooperatif dalam proses pemberesan aset dan bekerja sama dengan tim kurator. Kurator kepailitan Sritex, Denny Ardiansyah, mengatakan bahwa PHK massal ini merupakan langkah administratif agar para mantan pekerja bisa segera mencari pekerjaan baru.

Baca Juga:
Kemenaker Siap Lindungi Buruh Sritex Pasca Penolakan Kasasi oleh MA

“Oleh karena itu, kami fasilitasi dengan meminta petugas dinas tenaga kerja dan BPJS Ketenagakerjaan datang ke pabrik Sritex. Tidak perlu para karyawan mendatangi kantor dinas atau BPJS," ujar Denny. Ia menegaskan, hak-hak karyawan akan masuk dalam daftar tagihan utang yang diprioritaskan dalam proses kepailitan.

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT Sritex, Widada, mengatakan proses pencairan hak-hak pekerja masih berlangsung. Para pekerja mulai mengurus klaim jaminan hari tua (JHT) dan jaminan kehilangan pekerjaan (JKP).

Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) juga menegaskan akan terus memantau proses ini. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyebut pemerintah telah berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk memastikan hak pekerja tetap terpenuhi.

“Sejak awal Kemnaker selalu mengupayakan dan berharap pekerja/buruh tetap bekerja. Namun, jika PHK terjadi maka Kemnaker akan memastikan bahwa para pekerja mendapatkan upahnya, hak pesangon, dan hak atas manfaat jaminan sosial ketenagakerjaan, termasuk JHT dan JKP,” ujar Yassierli dalam keterangan resminya yang dinukil koranaceh.net, Jumat, 28 Februari 2025.

Nasib Ribuan Pekerja Pasca-PHK

Dengan penutupan Sritex, ribuan mantan karyawan kini tengah mencari alternatif pekerjaan. Pemerintah menyatakan telah menyiapkan berbagai skema mitigasi dampak PHK massal ini, termasuk membuka peluang pekerjaan di sektor lain.

Menurut data Kemnaker, terdapat sekitar 10.666 lowongan kerja di wilayah Solo dan sekitarnya, tersebar di industri garmen, plastik, sepatu, ritel, makanan dan minuman, batik, serta jasa. “Lowongan kerja ini dapat menjadi alternatif bagi semua pencari kerja, termasuk karyawan yang ter-PHK,” kata Yassierli.

Baca Juga:
Peneliti BRIN: Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) di Indonesia Belum Optimal, Mengapa?

Selain itu, pemerintah juga menawarkan pelatihan kewirausahaan melalui Balai Pelatihan Vokasi Kemnaker. Kebijakan terbaru dalam PP Nomor 6 Tahun 2025 juga meningkatkan manfaat JKP menjadi 60 persen dari upah terakhir selama enam bulan bagi pekerja yang terkena PHK.

Kendati demikian, bagi ribuan mantan pekerja Sritex, kehilangan pekerjaan tetap menjadi pukulan berat. Banyak dari mereka telah bekerja selama puluhan tahun di perusahaan ini dan kini harus beradaptasi dengan kondisi baru.

Pemerintah masih akan melakukan pembahasan lebih lanjut dengan tim kurator terkait mekanisme pencairan hak-hak pekerja. Melansir kompas.com, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut bahwa pemerintah akan meminta penjelasan dari tim kurator untuk memastikan seluruh proses berjalan sesuai ketentuan.

“Ya nanti kita tanya pada tim kurator. Tim kurator nanti dicek oleh Pak Menaker,” kata Airlangga di Jakarta, Jumat, 28 Februari 2025.

Dengan penghentian operasional Sritex, industri tekstil Indonesia kembali menghadapi tantangan besar. Ribuan pekerja kini menatap masa depan dengan ketidakpastian, sementara pemerintah dan tim kurator dituntut untuk memastikan bahwa hak-hak mereka tetap terpenuhi.[]

Tidak ada komentar

Gambar tema oleh Leontura. Diberdayakan oleh Blogger.